Friday, 6 February 2015

Serangan Tentara Mongolia Terhadap Negeri Islam

Masa kejayaan Islam telah terukir dalam sejarah. Demikian pula dengan masa kemunduran dan kehancurannya yang tidak mungkin luput dari unsur-unsur sejarah atau historis. Hal ini bisa dilihat dari pengertian sejarah sebagaimana diformulasi-kan oleh Taufik Abdullah, adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.

Masa khilafah Abbasiyah dielu-elukan sebagai masa keemasan Islam. Karena pada masa ini kemajuan dalam berbagai bidang sangat pesat. Namun jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan per-adaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut lenyap dibumihanguskan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan.

Namun meski demikian, serangan Mongol hanyalah sebuah pamungkas yang menghancurkan kekhalifahan. Karena benih-benih kemunduran dan kehancuran sebenarnya muncul dari kekhalifahan Abbasiyah itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari banyak bermunculan dinasti yang semakin melemahkan stabilitas pemerintahan Abbasiyah saat itu.

Sedikitnya aku kan coba uraikan disini. pertama akan dipaparkan asal-usul, watak dan peradaban bangsa Mongol.
Kedua, faktor-faktor yang mendorong bangsa mongol untuk me-lakukan serangan. Ketiga, serangan-serangan yang dilakukan bangsa Mongol.

Bangsa Mongol, Watak, Asal-usul dan Peradabannya

Bangsa Mongol adalah suku bangsa di wilayah Mongolia, yang berbatasan dengan Cina di selatan, Turkestan di barat, Manchuria di timur, dan Siberia sebelah utara. Daerah ini kalau musim dingin, amat dingin dan kalau musim panas, amat panas. Angin panas (Samun) sering menimpa mereka. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, menggembala kambing, dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional, yaitu mempertukarkan kulit binatang dengan binatang yang lain, baik di antara sesama mereka maupun dengan bangsa Turki dan Cina yang menjadi tetangga mereka. Sebagaimana umumnya bangsa nomad, orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut dalam mencapai keinginannya. Mereka menganut agama Syamaniyah (Syamanism), me-nyembah binatang-binatang, dani sujud kepada matahari yang sedang terbit.

Bangsa ini berasal dari seorang tokoh terkemuka setempat bernama Alanja Khan. Ia mempunyai dua orang putra kembar bernama Tatar dan Mongol. Kedua putra itu melahirkan dua suku bangsa besar, Tatar dan Mongol. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan bangsa Mongol di kemudian hari.

Ilkhan mempunyai putra bernama Yasugi Bahadur Khan yang kemudian memiliki putra bernama Temujin, bergelar Jenghis Khan (Raja Yang Perkasa). Putra dari Jenghis Khan bernama Toluy/Tuli kemudian memiliki putra bernama Hulagu Khan. Hulagu Khan inilah yang menyerang dan menghancurkan kota Baghdad.

Kemajuan bangsa Mongol secara besar-besaran terjadi pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan. Ia berhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada waktu itu. Setelah Yasugi meninggal, putranya Temujin yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai pemimpin. Dalam waktu 30 tahun, ia berusaha memperkuat angkatan perangnya dengan menyatukan bangsa Mongol dengan suku bangsa lain sehingga menjadi satu pasukan yang teratur dan tangguh. Pada tahun 1206 M., ia mendapat gelar Jengis Khan, Raja Yang Perkasa. Ia menetapkan undang-undang yang disebutnya Alyasak atau Alyasah, untuk mengatur kehidupan rakyatnya.

Wanita mempunyai kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam kemiliteran. Pasukan perang dibagi dalam beberapa kelompok besar dan kecil, seribu, dua ratus, dan sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang komandan.

Undang-undang Alyasak ini berisi antara lain; larangan mencari-cari kesalahan orang lain, larangan membantu salah seorang di antara dua orang yang berselisih, jujur dalam menerima kepercayaan, keharusan saling tolong-menolong dalam peperangan dan melaksanakan hukum dengan disiplin yang ketat tanpa pandang bulu. Di samping itu ada juga keharusan bagi warga negara untuk memperlihatkan anak gadisnya kepada raja untuk dijadikan sebagai istri anak-anaknya. Undang-undang ini dimasyarakatkan terus, sehingga merupakan sebuah agama yang senantiasa dipedomani dan dilanjutkan oleh penggantinya kemudian.

Undang-undang ini juga mengatur tentang hukuman mati bagi pezina, orang yang sengaja berbuat bohong, melaksanakan magic, mata-mata, memberi makan atau pakaian kepada tawanan perang tanpa ijin, demikian pula bagi yang gagal melaporkan budak belian yang melarikan diri juga dikenakan hukuman mati.

Jenghis Khan (melalui Alyasak) juga mengatur kehidupan beragama dengan tidak boleh merugikan antara satu pemeluk agama dengan yang lainnya, dan membebaskan pajak bagi keluarga Nabi Muhammad  ﷺ, para penghafal al-Qur’an, ulama, tabib, pujangga, orang saleh dan zuhud serta muazin/yang menyerukan adzan

Sedangkan dalam urusan militer, prajurit-prajurit bersenjata lengkap diinspeksi terlebih dahulu sebelum pergi berperang, dan setiap orang harus memperlihatkan segala sesuatu yang ia miliki, bahkan sampai jarum dan benang sekalipun. Kemudian jika seseorang didapatkan lengah, maka dia harus dihukum. Orang-orang perempuan diharapkan siap untuk membayar pajak kepada perbendaharaan negara selama suami-suami mereka pergi berperang. Jenghis Khan juga mendirikan pos pelayanan agar dia bisa memantau dan mengetahui segala sesuatu yang terjadi di negaranya. Dari sini tampak bahwa armada perang Mongol sangatlah kuat dan memiliki kedisiplinan tinggi, sehingga banyak ditakuti musuh-musuhnya.

Motivasi Serangan Mongol

Serangan-serangan yang dilakukan oleh Mongol memiliki latar belakang yang menjadi motivasi mereka untuk melakukan penyerang tersebut. Maidir Harun dan Firdaus memaparkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi motivasi bagi Mongol untuk melakukan serangan, sebagai berikut:

1. Faktor Politik
Pada tahun 615 H. sekitar 400 orang pedagang bangsa Tartar dibunuh atas persetujuan wali (gubernur) Utrar. Barang dagangan mereka dirampas dan dijual kepada saudagar Bukhara dan Samarkand dengan tuduhan mata-mata Mongol. Tentu saja hal ini menimbulkan kemarahan Jenghis Khan. Jenghis Khan mengirimkan pasukan kepada Sultan Khawarizmi untuk meminta agar wali Utrar diserahkan sebagai ganti rugi kepadanya. Utusan ini juga dibunuh oleh Khawarizmi Syah sehingga Jenghis Khan dengan pasukannya melakukan penyerangan terhadap wilayah Khawarizmi.

2. Motif Ekonomi
Motif ini diperkuat oleh ucapan Jenghis Khan sendiri, bahwa penaklukan-penaklukan dilakukannya adalah semata-mata untuk memperbaiki nasib bangsanya, menambah penduduk yang masih sedikit, membantu orang-orang miskin dan yang belum berpakaian. Sementara di wilayah Islam rakyatnya makmur, sudah berperadaban maju, tetapi kekuatan militernya sudah rapuh.

3. Tabiat Orang Mongol yang Suka Mengembara
Tabiat mereka yang suka mengembara, diundang ataupun tidak diundang mereka akan datang juga menjarah dan merampas harta kekayaan penduduk dimana mereka berdiam. Penyerangan-penyerangan yang dilakukan oleh Jenghis Khan dengan pasukan perangnya yang terorganisir, berusaha memperluas wilayah kekuasaan dengan melakukan penaklukan. Para ahli pertukangan mereka bawa dalam pasukan batalion Zeni (yon-zipur) untuk membuat jembatan dan menjamin melancarkan transportasi dalam penyerangan. Para tawanan perang dimanfaatkan secara paksa untuk memanggul perlengkapan perang dan makanan. Strategi perang Jenghis Khan yang tidak ketinggalan juga adalah membariskan penduduk sipil yang telah kalah di depan tentara sebagai tameng untuk menggetarkan musuh. Di samping itu, Jenghis Khan membawa penasehat yang terdiri dari para rahib dan tukang ramal.

Penyerangan Mongol dan Wilayah Kekuasaannya

Pada tahun 607 H./1211 M. Jenghis Khan meluaskan wilayahnya. Ia berhasil merebut Cina Utara dan mendirikan ibu kota Qaraqorun, lalu menduduki Siangkiang.

Penyerangan ke wilayah Islam dimulai melalui daerah Khawarizmi pada tahun 606 H/1209 M. Daerah yang menjadi tujuan utama mereka adalah Turki, Ferghana dan Samarkand, karena daerah ini yang berdekatan dan yang berkasus dengan mereka. Sewaktu bangsa Mongol memasuki wilayah Khawarizmi, sultan Alauddin sudah siap untuk memukul mundur pasukan Mongol. Pasukan Mongol kembali ke negeri asal mereka untuk melatih pasukannya dengan intensif. Sewaktu mereka kembali ke daerah Khawarizmi 10 tahun kemudian, sudah banyak perubahan terhadap pasukannya, sehingga mereka bisa memasuki Bukhara, Samarkand, Khurasan, Hamadzan, Quzwain dan sampai ke perbatasan Irak. Di Bukhara, ibu kota Khawarizmi, mereka kembali mendapat perlawanan dari sultan Alauddin, tetapi kali ini mereka dengan mudah dapat mengalahkan pasukan Khawarizmi. Sultan Alauddin tewas dalam pertempuran di Mazindaran tahun 1220 M. Ia digantikan oleh putranya Jalaluddin yang kemudian melarikan diri ke India karena terdesak dalam pertempuran di dekat Attock tahun 1224 M. Dari sana pasukan Mongol terus ke Azerbeijan. Penaklukkan Bukhara ini disebutkan oleh Jenghis Khan sebagai bencana dari Tuhan yang dikirimkan sebagai hukuman atas orang-orang yang berdosa.

Di Bukhara, sangat terkenal karena penduduknya yang taat dan ber-pengetahuan. Orang-orang Mongol menempatkan kuda mereka di sekeliling masjid yang suci dan menyobek-nyobek al-Qur’an untuk dibuang di tempat sampah, penduduk yang tidak dibantai diambil sebagai tawanan. Begitulah nasib kota Samarkand, Balkh dan kota-kota yang lainnya di Asia Tengah, yang merupakan tempat kebudayaan Islam yang tinggi, tempat tinggal orang-orang terkemuka dan pusat ilmu pengetahuan.

Sepulangnya ke Ibu Kota Karaqorun, ia menumpas pemberontakan di wilayah Ala Shan dan Kausu, lalu meninggal dunia dan dikebumikan di tempat asalnya, Deligun Buldak. Namun, sebelum Jenghis Khan meninggal pada tahun 624 H./1227 M[22], pada saat kondisinya mulai lemah, dia membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juchi, Chagatai, Ogotai dan Tuli.

Juchi anaknya yang sulung mendapat wilayah Siberia bagian barat dan stepa Qipchaq yang membentang hingga ke Rusia Selatan, di dalamnya terdapat Khawarizmi. Namun ia meninggal dunia sebelum wafat ayahnya, Jenghis Khan, dan wilayah warisannya itu diberikan kepada anak Juchi yang bernama Batu dan Orda. Batu mendirikan Horde (Kelompok) Biru di Rusia Selatan sebagai pilar dasar berkembangnya Horde Keemasan (Golden Horde). Sedangkan Orda mendirikan Horde Putih di Siberia Barat. Kedua kelompok itu bergabung dalam abad keempatbelas yang kemudian muncul sebagai kekhanan yang bermacam ragamnya di Rusia, Siberia dan Turkistan, termasuk di Crimea, Astarakhan, Qazan, Qasimov, Tiumen, Bukhara dan Khiva. Syaibaniyah atau Ozbeg. Salah satu cabang keturunan Juchi berkuasa di Khawarazmi dan Transoxania dalam abad kelima belas dan enam belas. Golden Horde selanjutnya berkembang menjadi kerajaan Mongol Islam pertama, yaitu pada saat diperintah oleh Barka Khan (anak dari Batu). Wilayahnya meliputi Eropa Timur (Rusia dan Finlandia) dan Eropa Tengah dan padang-padang stepa yang luas, dan beribukota di Lembah Wolga (Sarai). Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Najmuddin Mukhtar az-Zahidi menyusun risalah untuk Barka Khan. Risalah tersebut mengulas tentang kebenaran ajaran Islam dan kelemahan ajaran Nasranai, dengan dalail dan bukti yang logis, dapat diterima akal. Hal inilah yang membuat Barka Khan masuk Islam.

Chagatai ditugasi untuk menguasai daerah Illi, Ergana, Ray, Hamazan dan Azerbeijan. Sultan Khawarizmi, Jalaluddin berusaha keras untuk merebut kembali daerah-daerah yang dikuasai oleh Mongol ini, namun dia tidak sanggup menghadapi serangan Chagatai. Sultan melarikan diri ke arah pegunungan, tetapi malang padanya, seorang Kurdi membunuhnya. Dengan kematian Sultan Jalaluddin ini berakhirlah dinasti Khawarizmi. Dengan demikian Chagatai lebih leluasa mengembangkan wilayah kekuasaannya.

Ogotai adalah putra Jenghis Khan yang terpilih oleh Dewan Pemimpin Mongol untuk menggantikan ayahnya sebagai Khan Agung yang mempunyai wilayah di Pamirs dan Tien Syan. Tetapi dua generasi Kekhanan Tertinggi jatuh ke tangan keturunan Tuli. Walaupun demikian cucu Ogotai yang bernama Qaydu dapat mempertahankan wilayahnya di Pamirs dan Tien Syan, mereka berperang melawan anak turun Chagatay dan Kubilai Khan, hingga meninggal dunia tahun 130. Ogotai pada tahun 1234 dapat menaklukkan Peking (sekarang Beijing) dan pada tahun 1240 dapat masuk kota Moskow.

Tuli (Toluy) anak terakhir Jenghis Khan ini mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri. Anak-anaknya, yakni Mongke dan Kubilai menggantikan Ogotai sebagai Khan Agung. Mongke bertahan di Mongolia yang beribu kota di Qaraqorun. Sedangkan Kubilai Khan menaklukkan Cina dan berkuasa di sana yang dikenal sebagai dinasti Yuan yang memerintah hingga abad keempat belas, yang kemudian digantikan oleh dinasti Ming. Mereka memeluk agama Budha yang berpusat di Beijing, dan mereka akhirnya bertikai melawan saudara-saudaranya dari khan-khan Mongol yang beragama Islam di Asia Barat dan Rusia (Kerajaan Golden Horde). Adalah Hulagu Khan, saudara Mongke Khan dan Kubilai Khan, yang menyerang wilayah-wilayah Islam sampai ke Baghdad.

Pada tahun 1253, Hulagu Khan bergerak dari Mongol memimpin pasukan berkekuatan besar untuk membasmi kelompok Pembunuh (Hasyasyin) dan menyerang kekhalifahan Abbasiyah. Inilah gelombang kedua yang dilakukan bangsa Mongol. Mereka menyapu bersih semua yang mereka lewati dan yang menghadang perjalanan mereka; menyerbu semua kerajaan kecil yang berusaha tumbuh di atas puing-puing imperium Syah Khawarizm. Hulagu mengundang Khalifah al-Musta’shim (1242-1258) untuk bekerjasama menghancurkan kelompok Hasyasyin Ismailiyah. Tetapi undangan itu tidak mendapat jawaban. Pada 1256, sejumlah besar benteng Hasyasyin, termasuk “puri induk” di Alamut, telah direbut tanpa sedikit pun kesulitan, dan kekuatan kelompok yang ketakutan itu hancur lebur. Bahkan lebih tragis lagi, bayi-bayi disembelih dengan kejam. Pada bulan September tahun berikutnya, tatkala merangsek menuju jalan raya Khurasan yang termasyhur, Hulagu mengirimkan ultimatum kepada khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Pada Januari 1258, anak buah Hulagu bergerak dengan efektif untuk meruntuhkan tembok ibukota. Tak lama kemudian upaya mereka membuahkan hasil dengan runtuhnya salah satu menara benteng.

Khalifah al-Musta’shim benar-benar tidak dapat membendung “topan” tentara Hulagu Khan. Pada saat yang kritis itu, wazir khalifah Abbasiyah, Ibn al-‘Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. Ia mengatakan kepada khalifah, “Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Raja (Hulagu Khan) ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. Ia tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sultan-sultan Seljuk”.

Khalifah menerima usul itu. Ia keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikir dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya ternyata tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran. Dengan pembunuhan kejam ini, berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 Pebruari 1258. Dengan demikian, untuk pertama kalinya dalam sejarah, dunia muslim terbengkalai tanpa khalifah yang namanya biasa disebut dalam salat Jum’at.

Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syiria dan Mesir. Dari Baghdad pasukan Mongol menyeberangi sungai Euphrat menuju Syiria, kemudian melintasi Sinai, Mesir. Pada tahun 1260 mereka berhasil menduduki Nablus dan Gaza. Panglima tentara Mongol, Kitbugha, mengirim utusan ke Mesir meminta supaya Sultan Qutuz yang menjadi raja kerajaan Mamalik di sana menyerah. Permintaan itu ditolak oleh Qutuz, bahkan utusan Kitbugha dibunuhnya.

Tindakan Qutuz ini menimbulkan kemarahan di kalangan tentara Mongol. Kitbugha kemudian melintasi Yordania menuju Galilie. Pasukan ini bertemu dengan pasukan Mamalik yang dipimpin langsung oleh Qutuz dan Baybars di ‘Ain Jalut. Pertempuran dahsyat terjadi, pasukan Mamalik berhasil menghancurkan tentara Mongol, 3 September 1260.

Baghdad dan daerah-daerah yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan. Daerah yang dikuasai dinasti ini adalah daerah yang terletak antara Asia Kecil di barat dan India di timur, dengan ibukotanya Tabriz. Umat Islam, dengan demikian, dipimpin oleh Hulagu Khan. Hulagu meninggal tahun 1265 dan diganti oleh anaknya, Abaga (1265-1282) yang masuk Kristen. Pada masa Abaga bangsa dinasti Ilkhan bersekutu dengan orang-orang Salib, penguasa Kristen Eropa, Armenia Cicilia untuk melawan Mamluk dan keturunan saudara-saudaranya dari dinasti Horde Keemasan (Golden Horde) yang telah bersekutu dengan Mamluk, penguasa muslim yang berpusat di Mesir. Dari sini tampak bahwa adanya hubungan erat antara orang-orang Mongol dengan orang-orang Nasrani yang ingin menghancurkan Islam.

Ahmad Teguder (1282-1284), raja ketiga dinasti Ilkhan yang pertama kali masuk Islam. Karena masuk Islam, Ahmad Teguder ditantang oleh pembesar-pembesar kerajaan yang lain. Akhirnya, ia ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang kemudian menggantikannya menjadi raja (1284-1291). Raja dinasti Ilkhan yang keempat ini sangat kejam terhadap umat Islam. Banyak di antara mereka yang dibunuh dan diusir. Selain Teguder, Mahmud Ghazan (1295-1304), raja yang ketujuh, dan raja-raja selanjutnya adalah pemeluk agama Islam. Dengan masuk Islamnya Mahmud Ghazan —sebelumnya beragama Budha— Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanisme. Sejak itu pula orang-orang Persia mendapatkan kemerdekaannya kembali. Dari sini terlihat bahwa meskipun wilayah Islam secara politis telah ditaklukkan dan dikuasai oleh dinasti Ilkhan, tetapi akhirnya Mongol sendiri terserap ke dalam kultur Islam. Sehingga para raja-raja dinasti Ilkhan akhirnya memeluk agama Islam.

Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, Ghazan mulai memperhatikan per-kembangan peradaban. Ia seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastra. Ia amat gemar kepada kesenian terutama arsitektur dan ilmu pengetahuan seperti astronomi, kimia, mineralogi, metalurgi dan botani. Ia membangun semacam biara untuk para darwis, perguruan tinggi untuk mazhab Syafi’i dan Hanafi, sebuah perpustakaan, observatorium, dan gedung-gedung umum lainnya. Ia wafat dalam usia muda, 32 tahun, dan digantikan oleh Muhammad Khubanda Uljeitu (1304-1317), seorang penganut Syi’ah yang ekstrim. Ia mendirikan kota raja Sultaniyah, dekat Zanjan. Pada masa pemerintahan Abu Sa’id (1317-1335), pengganti Muhammad Khubanda, terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dengan hujan es yang mendatangkan malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang didirikan Hulagu Khan ini terpecah belah sepeninggal Abu Sa’id. Masing-masing pecahan saling memerangi. Akhirnya, mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.

Sejarah kejayaan dan keemasan Islam dibumihanguskan dalam masa kurang lebih 5 tahun. Hal ini ditandai dengan adanya serangan yang dilakukan oleh Hulagu Khan sejak 1253 ke wilayah Baghdad (pusat pemerintahan bani Abbasiyah) hingga 1258.
Serangan Mongol (Jenghis Khan) bermula dari perampasan dan pembunuhan oleh Gubernur Utrar terhadap para pedagang bangsa Tartar pada 615 H./1219 M. dengan tuduhan mata-mata Mongol. Disamping memang sudah menjadi tabiat orang Mongol yang suka berperang ditambah lagi dengan dorongan faktor ekonomi. Sehingga perluasan wilayah pun dilakukan oleh Mongol. Dan sampai akhir masa Jenghis Khan (1162-1227) wilayah kekuasaan Mongol meliputi; Tiongkok, Asia Tengah, Persia, dan Mongolia.

Hulagu Khan (1217 – 8 February 1265) anak dari Tuli, merupakan orang kedua Mongol yang memimpin pasukan berkekuatan besar untuk membasmi kelompok Pembunuh (Hasyasyin) dan menyerang kekhalifahan Abbasiyah. Pada 10 Pebruari 1258, anak buah Hulagu membumihanguskan Baghdad sehingga rata dengan tanah. Sehingga masa keemasan dan kejayaan Islam (Abbasiyah) hancur dalam kurun waktu hanya 5 tahun.

Kota Baghdad adalah ibu kota Negara pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah. Pada masa kejayaannya, kota Baghdad menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Masa keemasan kota Baghdad terjadi pada masa khalifah ketiga, al-Mahdi, hingga khalifah kesembilan, al-Watsiq. Namun lebih khusus lagi pada masa Harun al-Rasyid dan al-Makmun anaknya.

Khalifah al-Makmun membangun perpustakaan yang dipenuhi dengan ribuan buku ilmu pengetahuan. Perpustakaan tersebut dinamakan dengan Bait al-Hikmah. Selain itu, banyak berdiri akademi, sekolah tinggi, dan sekolah biasa. Dua di antaranya yang paling penting adalah perguruan Nizhamiyah dan Muntashiriyah.

Syamsul Bakri mengutip dari A. Syalabi, secara umum membagi perkembangan Bani Abbasiyah dalam tiga periode. Periode pertama dari Abul Abbals sampai al-Watsiq, yaitu periode di mana kekuasaan berada di tangan khalifah. Para khalifah pada periode ini adalah ulama yang berijtihad dan mengeluarkan fatwa, pahlawan dan pemimpin militer yang perkasa serta memiliki kecintaan terhadap intelektual.

Periode kedua dimulai masa pemerintahan Abu Fadl al-Mutawakkil sampai pertengahan khalifah al-Nashir. Pada masa ini khalifah hanya sebagai simbol, kekuasaan politik mlai berpindah dari khalifah ke tangan orang-orang Turki, kemudian beralih ke tangan golongan Buwaihi, dan kemudian berpindah ke tangan Bani Saljuk. Sultan–sultan kecil sudah memiliki kedaulatan sosial-politik, sedangkan khalifah hanya sebagai jabatan keagamaan yang sakral. Periode ketiga dimulai sejak pertengahan al-Nashir hingga akhir Bani Abbasiyah.

Periode ini merupakan masa runtuhnya sultan-sultan kecil dan khalifah sudah memiliki kekuatan kembali hingga akhirnya diserang pasukan Hulagu Khan dari Mongol di era khalifah Abu Ahmad Abdullah al-Mu’tashim. Bani Abbasiyah mulai mengalami kemunduran ketika pada masa periode kedua, yaitu dimulai ketika masa khalifah Al-Mutawakkil.

Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Sebagai pusat intelektual, di Baghdad terdapat beberapa pusat aktivitas pengembangan ilmu. Di antaranya adalah Baitul Hikmah, yaitu lembaga ilmu pengetahuan yang menjadi pusat pengkajian berbagai ilmu. Selain itu Baghdad juga sebagai pusat penterjemahan buku-buku dari berbagai cabang ilmu ke dalam bahasa Arab.

Semua kemegahan dan keindahan kota Baghdad sekarang hanya tinggal kenangan. Semuanya hancur dan hampir tak tersisa, setelah kota ini di serang dan dibumihanguskan oleh tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Pasukan Mongol juga membakar buku-buku yang ada di perpustakaan yang merupakan gudang ilmu pengetahuan.

Sebagai pusat ilmu pengetahuan dan peradaban, kehancuran Baghdad tentu memberikan dampak yang besar terhadap sejarah umat Islam. Jatuhnya kota Baghdad bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah, tetapi juga merupakan awal dari kemunduran umat Islam. Ketika Baghdad hancur berbagai khazanah ilmu pengetahuan yang ada di sana juga ikut lenyap.

Dikisahkan bahwa buku-buku yang ada dalam baitul hikmah dibakar dan di buang ke sungai Tigris sehingga airnya berubah yang asal mulanya jernih menjadi hitam karena tinta dari buku-buku tersebut dan tercatat 800,000 orang Baghdad yang tewas.

Ada banyak hal yang menyebabkan kemunduran Bani Abbasiyah, di antaranya adalah:

1. Lemahnya khalifah
Setelah kekuasaan Bani Saljuk berakhir, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan dinasti tertentu. Para khalifah yang sudah merdeka dan berkuasa kembali wilayah kekuasaan mereka sangat sempit dan terbatas, yaitu hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit menunjukkan kelemahan politiknya.

2. Persaingan antar bangsa
Khilafah Bani Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Setelah berkuasa, persekutuan itu tetap dipertahankan. Orang-orang Persia masih belum puas dan mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Selain fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu’ubiyah. Sementara itu, khalifah mengangkat budak-budak dari Persia dan Turki untuk menjadi tentara atau pegawai.

Hal ini mempertinggi pengaruh mereka terhadap kekhalifahan. Ketika pada masa al-Mutawakkil, seorang khalifah yang dianggap lemah, kekuasaan dikendalikan oleh orang-orang Turki dan khalifah hanya dijadikan sebagai boneka. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia , selanjutnya beralih ke tangan dinasti Saljuk.

3. kemerosotan ekonomi
Bersamaan dengan kemunduran dibidang politik, dinasti Bani Abbasiyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi. Penerimaan negara menurun disebabkan makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyak kerusuhan yang mengganggu perekonomian, dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri. Sementara pengeluaran membengkak dikarenakan kehidupan para khalifah dan pejabat yang bermewah-mewahan. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian Negara morat-marit.
konflik keagamaan.

Munculnya gerakan Zindiq, yang dilatar belakangi kekecewaan orang-orang Persia, membuat khalifah merasa perlu mendirikan jawatan untuk mengawasi kegiatan orang-orang tersebut dan memberantasnya.

Gerakan ini mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme, dan Mazdakisme. Ketika mulai terpojok, mereka berlindung  di balik ajaran Syi’ah. Sehingga banyak aliran Syi’ah yang dianggap ekstrem dan menyimpang. Syi’ah adalah aliran yang dikenal sebagai aliran politik yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Keduanya, sering terjadi konflik yang kadang melibatkan penguasa. Selain itu juga terjadi konflik antar aliran dalam Islam. Seperti konflik antara Mu’tazilah dengan gologan Salaf.

Seperti dijelaskan pada bab – bab awal, serangan mongol di negeri islam khususnya di baghdad selain berdampak berakhirnya masa khalifah Abbasiyah, tetapi menjadi awal kemunduran umat islam terlebih khazana ke-ilmuannya...

Walaupun Baghdad sudah dibumihanguskan, Hulagu Khan menetap selama 2 tahun untuk memantapkan kekuasaannya sebelum kemudian melanjutkan ekspansi, menyebrangi sunga Eufrat menuju ke Syiria melintasi Gurun Sinai, Mesir. Pada tahun 1260 mereka berhasil menduduki Nablus dan Gaza. Panglima tentara Mongol, Kitbugha, mengirim utusan ke Mesir meminta Sultan Qutuz yg menjadi Raja kerajaan Mamalik, untuk menyerah. Permintaan tsb ditolak bahkan utusan Kitbugha dibunuhnya.

Pada awalnya penduduk mesir merasa gentar dengan ancaman pasukan tartar. Kebengisan dan Kebrutalan mereka membuat mental Ummat Islam runtuh. Namun Alloh Swt telah berjanji untuk menjaga rislah Dien ini dan menolong hamba-hambanya yg sholih, lewat pemikiran para 'ulama dan keberanian 'umaro, terutama pemimpin Dinasti mamalik pada saat itu, Saifuddin Quthz, Ummat Islam kembali bangkit. Dibawah komando Saifuddin Quthz dan komandan Baybars, kaum muslimin sepakat untuk menyongsong pasukan Mongol di 'Ain Jalut sebelum mereka memasuki mesir. Pertempuran dahsyat terjadi tepat pada bulan romadhon 658 H / 3 september 1260 M.

Dengan kesabaran dan tekad baja akhirnya kaum muslimin berhasil mengalahkan pasukan Mongol. Pasukan Mongol yang selama puluhan tahun tak terkalahkan ini harus hancur dibawah gempuran pasukan saifuddin Quthz. Kathbugho, pemimpin pasukan tartar terbunuh dengan kepala terpenggal yg diarak keliling kota.

Dikutip dari berbagai sumber

thumbnail
Judul: Serangan Tentara Mongolia Terhadap Negeri Islam
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh

Artikel Terkait Hikayah :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. About - Sitemap - Contact - Privacy
Template Seo Elite oleh Al Fikr Publisher FreTempl