Thursday 5 February 2015

Musyawarah Burung (Part 04)

Dinda Share-lanjutan Musyawarah Burung part3
27. Dalih Burung Kesebelas
Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "O kau dengan kepercayaanmu yang tulus, tak sedikit pun ada kemauan baik padaku. Aku telah menghabiskan hidupku dalam kekesalan, menginginkan dunia ini. Ada semacam kesedihan dalam hatiku sehingga aku tak henti-hentinya meratap. 

Aku selalu dalam keadaan bingung dan tak berdaya; dan bila sejenak aku merasa puas, maka aku pun tak percaya. Dengan sendirinya aku pun telah menjadi darwis. Tetapi kini aku ragu-ragu untuk menempuh jalan pengetahuan ruhani. Jika hatiku tak begitu penuh duka, tentulah aku akan tertarik pula dengan perjalanan ini. Tetapi sebagaimana adanya, aku dalam kebingungan. Kini setelah kubeberkan ihwalku di mukamu, katakan padaku apa yang mesti kuperbuat."

Hudhud berkata, "Kau, yang telah menjadi korban kesombongan, yang tenggelam dalam rasa kasihan terhadap diri sendiri, kau memang patut merasa terusik. Mengingat bahwa dunia ini hanya selintas, maka kau sendiri pun hanya akan melintas lalu pula di sana. Tinggalkanlah dia, karena barangsiapa jadi terikat dengan apa yang fana tak mungkin ambil bagian dalam apa yang kekal. Penderitaan-penderitaan yang kauderita dapat menjadi mulia dan tidak menyebabkan hina. Apa yang pada lahirnya merupakan penderitaan dapat menjadi harta kekayaan bagi si arif. Seratus rahmat akan datang padamu bila kau berusaha menempuh Jalan itu. Tetapi sebagaimana keadaanmu kini, kau hanya kulit pembungkus otak yang tumpul."

Hamba yang Tahu Berterimakasih
Suatu hari seorang raja yang berwatak baik memberikan buah yang indah dan pelik pada seorang hamba yang mencicipinya dan sesudah itu mengatakan bahwa belum pernahlah dalam hidupnya ia makan sesuatu yang demikian lezatnya. Ini menyebabkan raja ingin mencicipinya sendiri, dan dimintanya sedikit pada hamba itu. Tetapi ketika raja memasukkan buah itu ke mulutnya, dirasainya buah itu amat pahit dan ia pun mengangkat alisnya karena heran. Hamba itu berkata, "Tuanku, karena hamba telah menerima begitu banyak hadiah dari tangan tuanku, bagaimana dapat hamba mengeluh karena buah pahit yang satu saja? Mengingat bahwa Tuanku melimpahkan banyak karunia pada hamba, mengapa buah pahit yang satu saja akan merenggangkan hamba dari Tuanku?"
Begitulah, hamba Allah, bila kau mengalami penderitaan dalam usahamu, yakinlah bahwa itu dapat menjadi harta kekayaan bagimu. Hal itu seakan tampak terbalik, tetapi, ingatlah hamba itu.

Syaikh dan Perempuan Tua
Seorang perempuan tua berkata pada Syaikh Mahmah, "Ajarkan padaku doa agar aku dapat menemukan kepuasan. Selama ini aku senantiasa menjadi mangsa perasaan tak puas, tetapi kini aku ingin bebas dari perasaan demikian."
Syaikh itu menjawab, "Di masa yang lama lampau aku menarik diri ke dalam semacam benteng di belakang lututku untuk mencari dengan tekun apa yang kuinginkan; tetapi aku tak merasakannya dan tak pula melihatnya. Selama kita tak menerima segala sesuatu dengan sikap cinta, bagaimana dapat kita merasa puas?"

Pertanyaan Kepada Junaid
Seseorang bertanya pada Junaid, "Orang yang menjadi hamba Allah namun bebas, katakan padaku bagaimana agar dapat mencapai kepuasan itu?" Junaid menjawab, "Bila seseorang telah belajar menerima, dengan cinta."
Zarrah hanya memiliki kecerlangan semu. Pada dasarnya ia hanya sebuah zarrah, tetapi bila ia menyatukan dirinya dalam cahaya matahari, maka dengan demikian ia akan memiliki pula sifat matahari itu senantiasa.

Kelelawar Mencari Matahari
Suatu malam seekor kelelawar terdengar berkata, "Bagaimana kiranya agar aku dapat sejenak saja melihat matahari? Dalam hidupku selama ini aku dalam putus asa sebab tidak sejenak pun aku dapat menenggelamkan diri dalam cahayanya. Berbulan-bulan dan bertahun-tahun aku telah terbang ke sana-sini dengan mata tertutup, dan di sinilah aku!" Suatu makhluk perenung berkata, "Kau diliputi kesombongan, dan kau masih harus beribu-ribu tahun lagi mengembara. Bagaimana dapat makhluk seperti kau ini menemukan matahari? Dapatkah seekor semut mencapai bulan?" "Meskipun demikian", kata kelelawar itu, "aku akan terus mencoba." Dan demikianlah beberapa tahun ia terus mencari hingga ia tak punya kekuatan maupun sayap lagi. Karena ia tak juga menemukan matahari, ia pun berkata, "Mungkin aku telah terbang lebih jauh di atasnya." Seekor burung yang bijak, setelah mendengar itu, berkata, "Kau hidup dalam mimpi; kau hanya berputar-putar saja selama ini dan tak maju selangkah pun; dalam kesombonganmu kau katakan bahwa kau telah pergi lebih jauh di atas matahari!" Ini amat mengejutkan si kelelawar yang setelah menginsafi kedaifannya lalu merendahkan diri sama sekali dengan mengatakan, "Kau telah bertemu dengan seekor burung yang punya penglihatan batin, maka jangan teruskan."

28. Pertanyaan-Pertanyaan Burung Kedua Belas
Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "O kau, yang menjadi penunjuk jalan kami, apakah hasilnya nanti kalau kemauanku kuserahkan padamu. Dari kemauanku sendiri aku tak dapat menerima susah-payah dan penderitaan yang kutahu pasti akan kualami, tetapi aku dapat menyetujui untuk menaati perintah-perintahmu; dan bila kebetulan aku nanti memalingkan kepalaku, maka aku akan berusaha memperbaikinya.

Hudhud menjawab, "Kau telah bicara dengan baik kita tak dapat mengharapkan yang lebih baik dari ini. Sebab bagaimana dapat kau tetap menguasai dirimu sendiri bila kau menuruti kesukaan-kesukaan dan kebencian-kebencianmu? Tetapi bila kau taat dengan suka rela, kau dapat menjadi penguasa dirimu sendiri. Ia yang tunduk pada kepatuhan di Jalan ini terbebas dari tipu daya dan terhindar dari banyak kesulitan. Sesaat mengabdi Tuhan menurut hukum yang benar sama harganya dengan seumur hidup mengabdi dunia. Ia yang menerima penderitaan karena tak melakukan usaha apa pun sama halnya dengan anjing sesat yang harus menuruti keinginan setiap orang lalu. Tetapi ia yang menanggung biar sejenak pun penderitaan karena melakukan usaha di Jalan ini akan mendapat ganjaran sepenuhnya.

Bayazid dan Tarmazi
Seorang alim yang pandai, poros dunia dan dianugerahi sifat-sifat utama, membeberkan yang berikut. "Suatu malam," katanya "Dalam mimpi kulihat Bayazid dan Tarmazi, yang minta padaku menjadi pemimpin mereka. Aku begitu heran kenapa kedua syaikh yang mulia ini memperlakukan aku dengan kehormatan semacam itu. Kemudian kuingat bahwa suatu pagi aku pernah mendesahkan keluh dari dasar hatiku, dan ketika membubung, keluh itu mengayunkan palu pengetuk gerbang suci, sehingga gerbang terbuka bagiku. Aku masuk, dan segala orang alim dan pengikut-pengikutnya yang bicara tanpa kata-kata, menanyakan sesuatu tentang diriku semua mereka, kecuali Bayazid Bistami yang ingin bertemu dengan aku tetapi tak menanyakan apa-apa. Ia berkata, 'Ketika kudengar seruan hatimu, aku menyadari bahwa apa yang perlu bagiku hanyalah menaati perintah-perintahmu, dipimpin oleh kemauanmu. Karena aku ini tak berarti apa-apa, maka tak layak bagiku untuk mengatakan apa yang kuinginkan. Cukuplah bagi si hamba mengiakan kehendak-kehendak junjungannya.
Itulah sebabnya kedua syaikh itu memperlakukan aku dengan hormat, dan memberikan padaku tempat yang lebih tinggi. Bila seseorang berlaku patuh, ia berbuat sesuai dengan sabda Tuhan. Ia bukan hamba Allah yang membanggakan kedudukannya sebagai hamba. Hamba sejati memperlihatkan sifatnya pada saat diuji. Maka patuhilah cobaan-cobaan, agar kau dapat mengenal dirimu sendiri."

Hamba dan Jubah Kehormatan
Seorang raja memberi jubah kehormatan pada seorang hamba yang pergi dengan amat merasa bangga pada dirinya sendiri. Tengah ia berjalan, debu jalanan mengendap padanya dan tanpa pikir ia menghapus wajahnya dengan lengan jubah itu. Seseorang yang iri terhadapnya tanpa buang-buang waktu melaporkan pada raja, yang karena murka pada pelanggaran adat kesopanan ini, menghukum hamba itu dengan hukum tusuk. Ia yang merendahkan kehormatan dirinya sendiri dengan kelakuan yang tak pantas, tidaklah layak berseba pada permadani raja.

29. Permohonan Burung Ketiga Belas
Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "O kau dengan tujuan-tujuan yang tak menipu, katakan padaku bagaimana aku dapat tulus di Jalan menuju Tuhan ini. Karena aku tak dapat meninggalkan keinginan hatiku ini, kukorbankan segala yang kupunyai untuk mencapai tujuanku. Apa yang kupunya telah hilang; apa yang kutangkap telah berubah jadi kalajengking di tanganku. Aku tak terikat oleh ikatan apa pun juga dan aku telah membuang segala belenggu dan halangan. Aku ingin untuk menjadi tulus di Jalan ruhani dengan harapan suatu hari dapat bertemu muka dengan yang kupuja."
Hudhud menjawab, "Jalan itu tak terbuka bagi setiap orang; hanya yang tulus dapat menempuhnya. Ia yang menempul Jalan ini harus berbuat begitu tenang dan sepenuh hati. Bila kau telah membakar segala yang kaumiliki, kumpulkan abunya dan tempatkan dirimu di atas abu itu. Sebelum kau melepaskan diri dari segala sesuatu di dunia ini, satu demi satu, kau tak akan bebas. Dan mengingat kau tak akan lama dalam penjara dunia ini, maka lepaskan dirimu dari segalanya itu. Bila maut datang, dapatkah apa yang kini memperbudak dirimu mengelakkannya? Menempuh Jalan ini, diperlukan ketulusan diri dan tulus terhadap diri sendiri lebih sulit dari yang kau kira."

Amsal Kiasi dari Tarmazi
Aulia dari Turkistan suatu hari berkata dalam hatinya, "Aku mencintai yang dua ini: anakku dan kuda-belangku. Sekiranya kudengar kabar bahwa anakku mati, maka akan kukorbankan kudaku sebagai tanda syukur, karena keduanya itu seperti berhala bagi jiwaku."
Sorotilah kesalahan-kesalahanmu, kebencian-kebencianmu dan kesombongan-kesombonganmu. Bakar semua itu dan jangan membujuk-tipu dirimu sendiri bahwa kau lebih tulus dari yang lain-lain. Ia yang menyombongkan diri tentang ketulusannya hendaknya berusaha melihat dirinya sendiri sebagaimana adanya.

Syaikh Khirkani dan Mentimun
Suatu hari Syaikh Khirkani, yang bertawakkal pada kuasa Tuhan semata, kepingin sekali akan buah mentimun. Ia menginginkannya sedemikian rupa; maka ibunya pun keluar dan mendapatkan sebuah. Segera setelah mentimun itu dimakannya, maka tiba-tiba saja kepala anak Syaikh Khirkani dipenggal orang, dan malam hari seorang jahat menaruh kepala itu di ambang pintunya. Maka Syaikh itu pun berkata, "Seratus kali aku telah mengetahui lebih dulu bahwa bila aku makan sepotong kecil saja buah mentimun, suatu musibah akan terjadi. Tetapi keinginan akan buah itu begitu kuatnya hingga aku tak dapat mengalahkannya."

Ia yang membiarkan keinginan-keinginannya menguasai dirinya menyesakkan jiwanya sendiri. Orang yang pandai tak tahu apa-apa; tak ada jaminan kepastian dalam kepandaiannya; padahal banyak macam pengetahuan telah diperolehnya. Sewaktu-waktu suatu kafilah baru mungkin saja datang, begitu pula pengujian baru. Setahuku tak seorang pun yang semujur tukang-tukang sihir Fir'aun yang dengan keimanan orang-orang di masa itu mengorbankan jiwa mereka; dan berdasarkan keyakinan agama, mereka melepaskan segala kecintaan akan hal-hal duniawi.1

Catatan kaki:
1 Dapat dicari rujukannya dalamAl-Quran, antara lain dalam Surah VII: 103-126; XX: 56 - 73. Di situ disebutkan bahwa setelah Musa, dengan pertolongan Tuhan, dapat mengalahkan apa yang diperlihatkan tukang-tukang sihir Fir'aun dengan ilmu sihir mereka, maka tukang-tukang sihir itu pun mulai beriman kepada Tuhan, meskipun Fir'aun mengancam hendak menghukum mereka dengan memotong kaki dan tangan mereka serta menyalibkan mereka.

30. Burung Keempat Belas Bicara
Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "O kau yang berpenglihatan terang! Apa yang kau usulkan itu cita-cita yang berharga. Meskipun aku tampak lemah, namun sesungguhnya aku punya semangat yang luhur; meskipun sedikit kekuatanku, namun aku punya gairah yang tinggi."
Hudhud menjawab, "Bila kau memiliki sedikit saja gairah yang luhur itu, maka gairah itu akan dapat mengalahkan biar matahari sekalipun. Cita-cita ialah sayap dan lar burung jiwa."

Wanita Tua yang Ingin Membeli Yusuf
Konon ketika Yusuf dijual pada orang-orang Mesir, maka mereka itu memperlakukannya dengan ramah. Banyak para pembeli dan karena itu, para pedagang memberikan harga padanya senilai dengan minyak kesturi dari lima sampai sepuluh kali berat badannya. Sementara itu, dalam kegirangan yang amat sangat, seorang wanita tua lari mendekat, dan menyelusup di antara para pembeli itu, ia pun berkata pada salah seorang bangsa Mesir, "Biarlah kubeli orang Kanaan itu, karena aku ingin sekali memiliki orang muda itu. Aku telah memintal sepuluh kumparan benang untuk membeli dia, maka ambillah benang itu dan berikan Yusuf padaku, kemudian selesailah perkara itu."
Para pedagang tersenyum dan berkata, "Keluguanmu telah menyesatkan dirimu. Mutiara pelik ini tidak teruntuk bagimu; orang-orang itu telah menawarnya dengan seratus barang-barang berharga. Mana mungkin kau menyaingi mereka dengan beberapa kumparan benangmu?" Sambil menatap wajah mereka, wanita tua itu berkata, "Aku tahu betul bahwa kau tak akan menjualnya dengan begitu murah, tetapi cukuplah bagiku kalau kawan-kawan dan musuh-musuhku akan mengatakan 'Wanita tua ini terrnasuk salah seorang yang ingin membeli Yusuf.'"

Siapa yang tak bercita-cita tak akan pernah sampai ke kerajaan tak berbatas itu. Dikuasai oleh keinginan yang mulia ini, seorang pangeran agung memandang kerajaan duniawinya sebagai debu. Ketika disadarinya betapa hampa kebangsawanannya yang bersifat sementara itu, ia pun memutuskan bahwa kebangsawanan ruhani sama harganya dengan seribu kerajaan dunia.

Ibrahim Adham
Seorang laki-laki selalu mengeluh tentang getirnya kemiskinan; maka Ibrahim Adham berkata padanya, "Nak, barangkali kau belum membayar harga kemiskinanmu itu?" Orang itu pun menjawab, "Apa yang Bapak katakan itu sesuatu yang mustahil; mana mungkin seseorang membeli kemiskinan?', "Aku, setidak-tidaknya," kata Adham, "telah memilih kemiskinan itu dengan sengaja dan telah kubeli kemiskinan itu seharga kerajaan dunia. Dan aku masih akan membeli sesaat dari kemiskinan ini dengan harga seratus dunia."

Orang-orang yang haus akan kesempurnaan diri mempertaruhkan jiwa dan raga untuk hal itu. Burung cita-cita membubung ke arah Tuhan, diterbangkan sayap-sayap keimanan di atas segala yang bersifat fana dan bersifat ruhani. Jika kau tak memiliki cita-cita demikian, lebih baik mundur.

Dunia Menurut Seorang Sufi
Seorang Sufi bangun pada suatu malam dan berkata dalam hatinya, "Tampak padaku bahwa dunia ini bagai sebuah peti di mana kita diletakkan dan tutup peti itu dikatupkan, sedang kita mengurbankan diri kita untuk hal-hal yang tak berarti. Bila maut mengangkat tutup peti itu, maka siapa yang telah mendapatkan sayap, membubung pergi menuju keabadian; tetapi yang belum tinggal dalam peti itu menjadi mangsa seribu bencana. Maka yakinlah bahwa burung gairah mendapatkan sayap cita-cita, dan memberikan pada hati dan pikiranmu haru-gembira jiwa. Sebelum tutup peti terbuka, jadilah burung Semangat, yang siap mengembangkan sayap."

31. Pertanyaan Burung Kelima Belas
Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "Bila raja yang kita bicarakan itu adil dan setia, Tuhan pun telah memberi kita pula kejujuran dan ketulusan; dan aku tak pernah kurang dalam hal keadilan terhadap siapa saja. Bila sifat-sifat ini terdapat pada suatu makhluk, bagaimana martabatnya dalam pengetahuan keruhanian?"

Hudhud menjawab, "Keadilan ialah raja keselamatan. Ia yang adil selamat dari segala macam kesalahan dan kesia-siaan. Lebih baik adil daripada melewatkan seluruh hidupmu dengan berlutut dan bersembah sujud dalam peribadatan lahiriah. Juga kemurahan hati tidak sebanding dalam kedua dunia itu dengan keadilan yang dilakukan secara diam-diam. Tetapi dia yang berpura-pura adil di muka umum sulitlah untuk tak menjadi si munafik. Adapun pengikut Jalan ruhani tiadalah menuntut keadilan dari siapa pun juga, karena mereka menerimanya berlimpah-limpah dari Tuhan."
Cerita Kecil tentang Imam Hambal
Ahmad Hambal ialah Imam di jamannya, dan jasanya melebihi segala pujian. Suatu kali ketika ia ingin istirahat dari telaah dan pekerjaannya, ia pergi ke luar untuk bicara dengan seorang laki-laki yang amat miskin. Seseorang yang melihat hal itu mencelanya dengan mengatakan, "Tak seorang pun yang lebih pandai dari Tuan, dan Tuan pun tak membutuhkan pendapat orang lain , namun Tuan menghabiskan waktu Tuan dengan si malang yang miskin, yang berjalan bertelanjang kaki dan bertelanjang kepala." "Memang benar," kata Imam itu, "bahwa aku telah melaksanakan apa yang ada dalam hadist dan sunnah, dan bahwa aku mempunyai lebih banyak pengetahuan dari orang ini; tetapi dalam hal keinsafan, ia lebih dekat pada Tuhan ketimbang aku."
Kau yang tak jujur karena tak tahu, setidak-tidaknya memberikan peringatan sejenak pada ketulusan mereka yang sedang menempuh jalan ruhani.

Raja India
Suatu kali Sultan Mahmud memenjarakan seorang raja tua, yang --setelah menghayati kasih Tuhan-- menjadi seorang Muslim dan meninggalkan kedua dunia. Duduk sendiri dalam kemahnya ia menjadi begitu tenggelam dalam keadaan ini melelehkan airmata kesedihan dan mendesahkan keluh kerinduan --siang berganti malam dan malam berganti siang, semakin hebat juga tangis dan keluhnya. Akhirnya Mahmud mendengarnya dan memanggilnya, "Jangan menangis dan meratap," katanya, "Tuan seorang raja dan aku akan memberi Tuan seratus kerajaan pengganti kerajaan Tuan yang telah hilang." "O Syah Alam," jawab si Hindu, "aku tak meratapi kerajaanku yang hilang atau kemuliaanku. Aku menangis, karena pada hari kebangkitan, Tuhan, pemilik seri keagungan, akan berkata padaku, 'O orang yang tak setia, kau taburkan padaku biji penghinaan. Sebelum Mahmud menyerangmu, kau tak pernah memikirkan daku. Baru ketika kau terpaksa membawa tentaramu melawan dia dan kehilangan segalanya, kau ingat padaku. Adilkah ini pada pendapatmu?, O Raja yang masih muda, adalah karena aku merasa malu maka aku menangis dalam usiaku yang setua ini."
Dengarkan kata-kata tentang keadilan dan keimanan; dengarkan ajaran dalam Diwan Kitab-kitab Suci. Bila kau punya keimanan, tempuhlah perjalanan yang kuanjurkan padamu. Tetapi akankah ia yang tak ada dalam daftar kesetiaan terdapat dalam bab kelapangan hati!

Tentara Muslim dan Tentara Salib
Seorang Muslim dan seorang Nasrani tengah berperang-tanding, dan saatnya tiba bagi si Muslim untuk melakukan sembahyang yang ditentukan, maka dimintanya pertangguhan waktu dari si Nasrani. Perajurit Salib itu setuju, maka si Muslim pun pergi menyisi dan bersembahyang. Ketika ia kembali, mereka pun lalu memulai perjuangan itu kembali dengan tenaga baru. Sebentar kemudian si tentara Salib minta dilakukan gencatan senjata untuk melakukan sembahyangnya pula. Setelah ini diterima, ia pun mengundurkan diri, dan setelah memilih tempat yang sesuai, ia pun berlutut di debu di muka patung pujaannya. Ketika si Muslim melihat musuhnya berlutut dengan kepala tunduk, ia pun berkata dalam hati, "Inilah kesempatan bagiku untuk mendapat kemenangan," sambil merencanakan hendak memukulnya dengan mengkhianati perjanjian. Tetapi sebuah suara batin berkata, "O orang tak beriman yang hendak mengkhianati kesanggupanmu, beginikah caranya kau memegang janjimu? Si kafir tak menghunus pedang melawanmu ketika kauminta gencatan senjata. Tiadakah ingat akan sabda Quran, 'Peganglah janjimu dengan setia,. Karena seorang kafir telah bermurah hati padamu, janganlah mangkir terhadapnya. Ia telah berbuat baik, dan kau hendak berbuat jahat. Berbuatlah padanya sebagaimana ia telah berbuat padamu. Adakah kau, sebagai Muslim, tak patut dipercaya?" Mendengar ini, si Muslim tertegun. Sesal melandanya dan ia bermandi airmata dari kepala hingga kaki. Ketika si tentara Salib melihat ini, ia pun menanyakan sebabnya. "Bisikan luhur," kata si Muslim, "menegurku karena tak setia padamu. Kaulihat aku dalam keadaan begini karena aku telah dikalahkan oleh kemurahan hatimu." 

Mendengar ini, si Nasrani menyambutnya dengan sorak gembira, dan katanya, "Karena Tuhan dapat memperlihatkan kemurahannya padaku, musuhnya yang berdosa ini, dan menegur sahabatnya karena tak beriman, bagaimana dapat aku untuk tinggal tak beriman? Terangkan padaku asas-asas Islam agar aku dapat menerima agama yang benar dan dengan meninggalkan kemusyrikan melakukan upacara-upacara syariat. Oh, betapa aku menyesali kebutaan yang selama ini telah menghalangi aku dari pengakuan akan Junjungan yang demikian pemurah itu."
O kau yang lalai mencari tujuan keinginanmu, dan amat kurang dalam keimanan yang layak bagimu! Kukira saatnya akan tiba ketika di hadapanmu langit akan mengingatkan segala perbuatanmu satu demi satu.

Yusuf dan Saudara-Saudaranya
Di masa paceklik, kesepuluh saudara Yusuf pergi jauh ke Mesir. Dengan wajah berselubung cadar, Yusuf menerima mereka, dan mereka membeberkan kembali kesusahan mereka serta minta pertolongan menghadapi bahaya paceklik yang menakutkan.
Di muka Yusuf ada sebuah piala. Diketuknya piala itu dengan tangannya, dan benda itu memperdengarkan suara yang penuh kesedihan. Saudara-saudaranya itu pun terkejut; mereka tak dapat menahan bicara; maka kata mereka padanya, "O Aziz!.1 Adakah Tuanku, atau adakah seseorang tahu akan arti suara itu?" "Aku tahu betul," kata Yusuf, "tetapi kalian tak akan tahan mendengar penuturannya; sebab piala itu mengatakan bahwa kalian mempunyai seorang saudara laki-laki yang istimewa karena kebagusan rupanya, dan namanya Yusuf."
Kemudian Yusuf mengetuk piala itu untuk yang kedua kali, lalu katanya, "Piala itu mengatakan padaku bahwa kalian melemparkan saudara kalian itu ke dalam sumur dan bahwa kalian membunuh serigala yang tak berdosa dan melumuri baju Yusuf dengan darah binatang itu."
Yusuf mengetuk piala itu buat yang ketiga kali, dan sekali lagi piala itu memperdengarkan suara yang penuh kesedihan. Yusuf menambahkan, "Piala itu mengatakan bahwa saudara-saudara Yusuf membuat ayah mereka tercebur ke lubuk kesedihan dan bahwa mereka telah menjual Yusuf. Nah, apakah yang telah diperbuat oleh orang-orang tak beriman ini terhadap saudara mereka? Setidak-tidaknya, takutlah hendaknya pada Tuhan, wahai kalian yang berdiri di hadapanku."
Ini membuat mereka berada dalam keadaan sedemikian rupa sehingga mereka berkeringat karena takut mereka yang datang hendak meminta roti itu. Waktu menjual Yusuf, sebenarnya mereka telah menjual diri mereka sendiri; ketika mereka memasukkan dia ke dalam sumur, sebenarnya mereka sendiri terlontar ke dalam sumur penderitaan.

Barangsiapa membaca kisah ini tanpa mendapat manfaat, dia itu buta. Janganlah mendengarkan dengan masa bodoh, sebab ini tak lain dari kisahmu sendiri. Kau terus juga melakukan banyak dosa dan kesalahan, karena kau tak diterangi dengan cahaya kesadaran. Jika seseorang mengetuk piala hidupmu, maka tersingkaplah padamu sendiri perbuatan-perbuatan dosamu. Bila piala hidupmu diketuk dan kau terjaga dari tidur; bila kesalahan-kesalahan dan dosa-dosamu diperlihatkan satu demi satu, aku sangsi apakah kau akan tetap berpegang pada ketenangan atau pikiranmu. Kau seperti seekor semut yang lumpuh dalam sebuah cambung. Betapa sering kau memalingkan kepalamu dari piala langit? Kembangkan sayapmu dan terbanglah membubung, kau, yang mempunyai pengetahuan tentang kebenaran. Jika tidak, kau akan senantiasa malu bila kau mendengar suara piala itu.

Catatan kaki:
1 Yang berkuasa..


32. Pertanyaan Burung Keenam Belas
Seekor burung lain bertanya pada Hudhud, "O kau yang menjadi pemimpin kami, adakah keberanian diperlukan dalam mendekati keagungan Simurgh? Agaknya bagiku jelas bahwa barang siapa yang mempunyai keberanian terbebas dari banyak ketakutan. Karena kau termasuk yang demikian, maka taburkan mutiara-mutiara kearifan dan ajarkan pada kami rahasia itu."
"Siapa pun yang terpandang layak," jawab Hudhud, "ialah Mahram1bagi kerahasiaan ilahiat, dan adalah baik untuk menjadi berani bila kita mengenal kerahasiaan Tuhan. Tetapi bagaimana mungkin bagi yang memiliki kerahasiaan itu memberitahukannya pada yang lain? Dapatkah pengendara unta di gurun menjadi kepercayaan raja? Namun bagi siapa yang digerakkan oleh cinta murni diperlukan juga sedikit keberanian. Siapa yang menempuh jalan mengenal diri sendiri akan tahu kapan hanus berani, dan tak membiarkan dirinya mati karena tiada usaha.
Darwis sejati akan berani dan yakin karena harapan sejati yang dihayatinya. Ia yang tanpa takut lantaran cinta akan melihat Al-Malik di mana-mana. Karena itu keberaniannya baik dan terpuji, sebab ia penggila cinta yang berkobar-kobar."

Penggila Tuhan dan Hamba-Hamba Amid
Khorassan ada dalam kemakmuran karena pemerintahan yang bijaksana dan Pangeran Amid. Ia dilayani oleh seratus hamba dari Turki dengan wajah-wajah yang bercahaya bagai bulan purnama, dan tubuh pohon saru yang lampai, kaki bagai perak, dan nafasnya wangi kesturi. Mereka memakai anting-anting mutiara yang pantulan sinarnya menerangi malam dan membuatnya bagai siang; sorban mereka dari sutera paling halus, dan selingkar lehernya kerah kencana; dada berselubung kain perak, dan ikat pinggang diperkaya dengan batu-batu berharga. Mereka semua naik kuda putih. Barangsiapa melihat salah seorang dari mereka, akan segera terpikat hatinya. Kebetulan seorang Sufi, berpakaian compang-camping dan bertelanjang kaki, melihat kumpulan orang-orang muda itu di jauhan, lalu bertanya, "Apakah ini barisan malaikat berkuda?" Kata orang padanya, "Orang-orang muda ini ialah pelayan-pelayan Amid, pangeran di kota ini." Ketika si penggila Tuhan itu mendengar ini, uap kedunguan pun naik ke kepalanya, dan serunya, "Ya Tuhan, pemilik tenda agung, ajarlah Amid memelihara hamba-hambanya."

Bila kau seperti si majnun ini; kau pun akan memiliki keberaniannya pula; angkatlah dirimu tinggi-tinggi bagai sebatang pohon yang lampai; tetapi bila kau tak berdaun, jangan coba-coba memberanikan diri dan jangan berolok-olok.
Kenekatan para penggila Tuhan itu sesuatu yang baik. Mereka tak dapat mengatakan apakah jalan itu baik atau buruk, mereka hanya tahu bagaimana berbuat.

Seorang Gila yang Suci
Hudhud melanjutkan, "Seorang penggila Tuhan pergi dengan telanjang dan dalam keadaan lapar menyusuri jalan di musim dingin. Tanpa rumah maupun tempat berlindung ia basah kuyup karena hujan dan salju cair. Akhirnya ia sampai ke sebuah reruntuhan istana, dan memutuskan untuk berlindung di sana, tetapi ketika ia masuk ke ambang pintu, sebuah genting jatuh menimpa kepalanya dan meretakkan batok kepalanya, sehingga darah pun mengalir. Ia menengadahkan wajahnya ke langit dan berkata, "Tidakkah lebih baik memukul genderang kerajaan ketimbang menjatuhkan sebuah genting di atas kepalaku?"

Doa Orang Gila
Ada paceklik di Mesir, begitu mencemaskan sehingga di mana-mana orang-orang hampir mati ketika mereka mengemis roti. Kebetulan seorang gila lewat dan melihat betapa banyaknya yang binasa karena kelaparan, maka sembahnya pada Tuhan, "O Tuan yang memiliki segala yang baik di dunia dan dalam agama, karena Tuan tak dapat memberi makan semua orang, maka ciptakanlah lebih sedikit kiranya."
Jika yang memberanikan diri di istana hendak mengatakan sesuatu yang tak pantas, dengan rendah hati ia harus mohon ampun.

Orang Gila yang Lain
Seorang Sufi, penggila Tuhan, diganggu anak-anak yang melemparinya dengan batu. Akhirnya ia pun berlindung di pojok sebuah gedung. Tetapi pada saat itu mulai turun hujan es, dan butir-butir es jatuh dari tingkat atap yang terbuka, menimpa kepala si gila itu. Disangkanya butir-butir es itu kerikil-kerikil dan ia pun lalu menjulurkan lidahnya serta memaki anak-anak itu, yang dibayangkannya sedang melemparkan kerikil-kerikil, karena rumah itu gelap. Akhirnya diketahuinya bahwa kerikil-kerikil itu hanya batu-batu es kiranya, dan ia pun menyesal dan berdoa, "O Tuhan, adalah karena rumah ini gelap maka aku telah berdosa dengan lidahku."
Bila kau memahami dasar-dasar perbuatan mereka yang ada dalam kegelapan, kau pun tentu akan memaafkan mereka.

Catatan kaki:
1 Keluarga dekat, yang tak boleh dikawini; karena itu dapat berarti: seorang yang amat akrab.


33. Burung Ketujuh Belas Bertanya pada Hudhud
Seekor burung lain bertanya pada Hudhud, "Selama hayat dikandung badan, cinta akan Yang Abadi bagiku amat mulia dan dapat kuterima, dan aku tak pernah berhenti mengingat dia. Aku telah bergaul dengan segala makhluk yang hidup; dan jauh dari perasaan terikat pada mereka, aku pun tak terikat dengan siapa saja. Kedunguan cinta menguasai seluruh pikiranku, maka bagiku, cinta pun cukuplah. Tetapi cinta demikian tidaklah menguntungkan bagi siapa pun, dan kini saatnya telah tiba ketika aku harus menarik garis batas pada hidupku agar aku dapat mengambil piala cinta dari kekasihku; maka mata hatiku akan menjadi bercahaya karena keindahannya, dan tanganku akan menyentuh lehernya sebagai tanda permesraan."

Hudhud menjawab, "Bukanlah dengan penyombongan yang penuh lagak demikian maka kita dapat menjadi tamu terhormat bagiSimurghdi Pegunungan Kaukasus. Janganlah begitu menyombongkan cinta yang menurut keyakinanmu kaurasakan terhadapnya, sebab cinta itu tak dikaruniakan pada setiap makhluk untuk memilikinya. Perlu kiranya angin kemujuran menyingkapkan tabir rahasia itu, dan kemudian Simurgh akan menarik kau ke dekatnya dan kau pun akan duduk bersamanya dalam sanastrinya. Bila kau ingin sampai ke tempat suci itu, lebih dulu kau harus berusaha memiliki pengetahuan keruhanian; jika tidak, cintamu pada Simurgh akan berubah menjadi siksaan. Demi kebahagiaanmu yang sejati, maka perlu hendaknya Simurghpun mencintai kau pula."

Mimpi Seorang Pengikut Bayazid
Ketika Bayazid meninggalkan istana dunia ini, seorang pengikutnya melihatnya malam itu juga dalam mimpi dan menanyakan pada syaikh yang utama itu bagaimana ia dapat terbebas dari Munkar dan Nakir.1
Sufi itu pun berkata padanya, "Ketika kedua malaikat ini menanyakan padaku tentang Al-Khalik, kukatakan pada mereka, 'Pertanyaan itu tak dapat dijawab dengan tepat, sebab jika kukatakan, "dia Tuhanku, begitu saja", ini hanya akan menyatakan keinginan dari pihakku semata; lebih baik bila kalian kembali kepada Tuhan dan mohon bertanya pada-Nya, bagaimana pendapat-Nya tentang diriku. Bila ia menamakan aku hamba-Nya, maka kalian akan tahu bahwa demikianlah adanya. Bila tidak, maka Ia telah meninggalkan aku pada perjanjian yang mengikatku. Karena tak mudah mencapai persatuan, dengan Tuhan, adakah pantas bagiku untuk memanggil Dia Junjunganku? Jika Ia tak berkenan dengan pengabdianku, bagaimana dapat aku mengaku bertuan padaNya? Memang benar bahwa aku telah menundukkan kepalaku tetapi perlu pula kiranya bahwa Dia menamakan aku hamba-Nya."

Mahmud di Bilik-Panas Hammam
Suatu malam Mahmud, dalam keadaan sedih, pergi ke hamman dengan menyamar. Seorang pelayan muda menyambutnya dan menyediakan segala yang perlu untuk dapat berkeringat dengan bertangas pada perbaraan yang panas. Kemudian disuguhkannya pada Sultan sekedar roti kering, dan Sultan pun menyantapnya. Lalu kata Sultan dalam hati, "Kalau tadi pelayan ini keberatan menerimaku, tentulah akan kusuruh penggal kepalanya." Akhirnya Sultan mengatakan pada orang muda itu akan kembali ke istananya. Kata orang muda itu, "Tuanku telah menyantap makanan hamba Tuanku telah mengetahui tempat tidur hamba, dan Tuanku telah menjadi tamu hamba. Hamba akan selalu suka menerima Tuanku. Meskipun dalam kenyataannya kita berasal dari zat yang sama, namun dalam hal-hal lahiriah, bagaimana dapat Tuanku diperbandingkan dengan seorang yang berkedudukan rendah seperti hamba ini?" Sultan amat berkenan dengan jawaban ini, sehingga tujuh kali lagi ia pergi sebagai tamu pelayan itu. Pada kesempatan terakhir dikatakannya pada pelayan itu agar mengajukan satu pennohonan.

"Bila hamba, sebagai pengemis ini, harus mengajukan suatu permohonan," kata pelayan itu, "Sultan tentu tak akan mengabulkannya." "Mintalah apa yang kau inginkan," kata Sultan, "meskipun itu berupa permintaan untuk meninggalkan hammam dan menjadi raja." "Hanya satu saja permohonan hamba," kata si pelayan, "yaitu, bahwa hendaknya Sultan akan terus menjadi tamu hamba. Menjadi pelayan-mandi yang duduk di dekat Tuanku dalam bilik-panas lebih baik daripada menjadi raja di sebuah taman tak bersama Tuanku. Karena kemujuran telah datang pada hamba lantaran bilik-panas ini, maka tak tahu berterimakasihlah hamba ini bila hamba tinggalkan bilik ini. Kehadiran Tuanku telah menerangi tempat ini; apakah yang lebih baik dapat hamba minta selain diri Tuanku sendiri?"
Bila kau mencintai Tuhan, berusahalah pula untuk dicintai-Nya. Tetapi sementara ada yang mencari cinta ini, yang senantiasa usang dan senantiasa baru, maka ada pula yang menginginkan dua kepingobol2perak dari khazanah dunia; ia mencari setitik air ketika ia mestinya dapat memiliki lautan.

 
Dua Orang Pengangkut Air
Seorang pengangkut air, ketika bertemu dengan seorang pengangkut air yang lain, meminta sedikit air padanya. Yang dimintai itu berkata, "O kau yang tak tahu akan keruhanian, mengapa tidak kau minum kepunyaanmu sendiri?" Yang meminta berkata, "Beri aku sedikit airmu, kau yang memiliki pengetahuan ruhani, sebab aku muak akan kepunyaanku sendiri."
Adam kenyang dengan apa-apa yang tak asing lagi baginya, dan itulah sebabnya ia pun makan makanan terlarang,3ialah sesuatu yang baru baginya. Dijualnya apa-apa yang lama itu untuk sekedar mendapatkan makanan itu. Ia pun menjadi si mata satu. Cinta datang dan mengetuk pintu baginya. Ketika ia sama sekali lebur dalam cahaya kilat cinta, apa yang lama dan yang baru pun lenyap dan tiada apa pun lagi yang tinggal! Tetapi tidaklah layak bagi siapa saja untuk muak terhadap diri sendiri dan menolak sama sekali hidupnya yang lama.

Catatan kaki:
1 Kedua malaikat yang menanyai si mati dalam kubur.
2 Dalam konteks ini: mata uang (dalam arti umum), atau lebih luas, dengan atribut: perak di sini dapat diartikan kekayaan. Sedang arti sebenarnya: mata uang kecil yang dipergunakan dahulu kala di Timur Dekat dan Eropa.
3 Dalam teks terjemahan Inggris dari C.S. Nott ini sebenarnya disebutkan "wheat" ("gandum"). Kemudian dalam Glossarium yang dibuatnya mengenai Adam disebutkan bahwa "gandum" ialah makanan terlarang bagi Adam di sorga. (The Conferenfce of the Birds, halaman 141). Tetapi tentang ini saya tak menemukan rujukannya dalam Al-Quran. Saya hanya menemukan di situ bahwa Tuhan melarang Adam mendekati "pohon ini" ("... wa la taqraba hazihi s-saja- rata ..." seperti disebutkan dalam Surah 11: 35. Atau setan membujuk Adam dengan mengatakan bahwa ia akan menunjukkan padanya "pohon khuldi" ("pohon keabadian"-- "tree of immortality" menurut Pickthall) seperti disebutkan dalam Surah XX: 120. Tetapi dalam tulisan Attar di atas, yang penting bagi kita bukanlah macam makanan yang terlarang itu (arti harfiahnya), melainkan arti maknawinya.

34. Ucapan Burung Kedelapan Belas
Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "Aku percaya bahwa aku telah mendapatkan sendiri segala kesempurnaan yang mungkin didapat, dan itu telah kudapatkan dengan berbagai laku pertarakan yang pedih. Karena di sini telah kudapatkan hasil yang ku inginkan, sulitlah bagiku untuk pergi ke tempat yang kau sebutkan itu. Pernahkah kau tahu orang meninggalkan harta kekayaan untuk pergi dengan susah payah mengelana melalui gunung-gunung, dalam rimba raya, dan melintasi tanah-tanah datar?"

Hudhud menjawab, "O makhluk yang bagai setan, penuh kesombongan dan kebanggaan diri! Kau yang tenggelam dalam nafsu mementingkan diri! Kau yang begitu tak suka berbuat! Kau telah terbujuk oleh angan-anganmu dan kau kini jauh dari perkara-perkara ilahiat. Tubuh nafsu telah mengalahkan jiwamu; setan telah mencuri otakmu. Kebanggaan telah menguasai dirimu. Bahaya yang kau kira telah kau dapatkan di Jalan Ruhani hanyalah nyala yang mengerdip. Seleramu akan hal-hal yang luhur hanya khayali. Jangan biarkan dirimu terbujuk oleh gemerlap yang kaulihat. Selama tubuh nafsumu menentangmu, hati-hatilah. Kau harus melawan musuh ini, dengan pedang di tangan. Bila cahaya palsu menampakkan dirinya dari tubuh nafsumu kau harus memandangnya sebagai sengatan kalajengking, untuk itu harus kau pergunakan penawar bisa. Janganlah putus asa karena kegelapan jalan yang akan kutunjukkan padamu dan karena cahaya yang akan kau lihat di sana tak akan membuat kau merasa menjadi sahabat surya. Selama kau, o sayangku, terus berada dalam ketakaburan hidup, maka telaahmu pada kitab-kitab dan usahamu yang tak seberapa itu tak akan berharga sekepingobolpun. Hanya bila kau meninggalkan kebanggaan dan kesombongan ini, kau akan dapat meninggalkan hidup lahiriah tanpa sesal. Selama kau masih tetap pada kesombongan dan kebanggaan diri dan pada perkara-perkara kehidupan lahiriah, seratus panah kepedihan akan menusukmu dari segala arah."

Syaikh Abubakar dari Nisyapur
Syaikh itu keluar pada suatu hari dari permukimannya beserta para pengikutnya, mengendarai khimarnya, sementara para pengikutnya mengiringinya dengan berjalan kaki. Tiba-tiba khimar itu kentut keras sekali, dan mendengar itu syaikh pun berteriak dan mengoyak-koyak khirkanya. Para pengikutnya memandangnya dengan heran, dan salah seorang bertanya mengapa ia berbuat demikian, Kata syaikh itu, "Ketika aku menoleh dan melihat betapa banyak para pengikutku" aku pun berpikir dalam hati, Kini benar-benar aku sama dengan Bayazid. Hari ini aku diiringkan para pengikutku yang banyak dan paling tekun; maka kelak aku pasti akan berkendara dengan kemegahan dan kehormatan di padang mahsyar." Tambahnya, "Pada saat itulah, ketika aku mengira yang demikian itu sudah tertakdir bagiku, maka khimarku kalian dengar mengeluarkan suara yang terasa tak sejalan. Dengan suara itu ia ingin mengatakan, 'Inilah jawaban yang diberikan seekor khimar kepada dia yang berlagak besar dan begitu suka menyombongkan diri!' Itulah sebabnya api penyesalan begitu tiba-tiba melanda jiwaku dan sikapku pun berubah, dan kedudukan yang kuhayalkan hancur berkeping-keping."
O kau yang berubah di setiap saat, kau seperti Fir'aun sampai ke akar-akar rambutmu. Tetapi jika kau hancurkan "sang aku" dalam dirimu sehari saja, maka kegelapan yang meliputimu akan menjadi terang. Jangan ucapkan kata "aku." Kau akan terperosok ke dalam seratus kejahatan lantaran "aku-aku"-mu, dan kau akan selalu tergoda oleh setan.


Tuhan Bersabda Kepada Musa
Suatu hari Tuhan bersabda kepada Musa secara gaib, "Pergilah minta nasihat dari Setan." Maka Musa pun pergi menemui Iblis dan setelah sampai padanya, ia pun minta nasihat padanya. "Senantiasa ingatlah," kata Iblis, "akan kaidah sederhana ini: jangan bilang 'aku,' agar kau tak akan menjadi seperti aku."
Selama masih tinggal dalam dirimu sedikit rasa cinta diri sendiri, maka kau akan ikut juga dalam ketaksetiaan. Kemalasan ialah rintangan ke Jalan Ruhani; tetapi jika kau berhasil melintasi rintangan ini, maka sebentar saja seratus "aku" akan pecah kepalanya.
Semua pun melihat kesombongan dan kebanggaan diri yang ada padamu, kebencian, iri hati dan kemarahanmu, tetapi kau sendiri tak melihatnya. Ada sesudut dalam dirimu yang penuh dengan naga, dan karena lalai kau dikorbankan pada mereka; dan kau manjakan mereka serta kau pelihara mereka siang dan malam. Maka bila kau sadar akan keadaan batinmu, kenapa pula kau tinggal begitu tak peduli.

Darwis yang Punya Janggut Indah
Di masa Musa ada seorang darwis yang menghabiskan waktu siang dan malamnya dalam ibadat, namun tak menghayati rasa keruhanian. Ia punya janggut panjang yang indah, dan sering selagi berdoa, ia berhenti untuk menyisir janggut itu. Suatu hari, ketika melihat Musa ia pun mendapatkannya dan berkata, "O Pasya dari Tursina, kumohon padamu, bertanyalah pada Tuhan, mengapa aku tak mengalami kepuasan ruhani maupun haru gembira."

Pada kesempatan berikutnya ketika Musa naik ke Tursina ia pun bicara pada Tuhan tentang darwis itu, dan Tuhan pun bersabda dengan nada tak berkenan, "Meskipun darwis itu telah mencari persatuan dengan aku, namun ia senantiasa memikirkan janggutnya yang panjang itu." Ketika Musa turun, diceritakannya pada sang darwis bagaimana sabda Tuhan itu. Mendengar itu, darwis itu pun segera mencabuti janggutnya, sambil menangis sedih. Jibril pun lalu datang mendapatkan Musa dan berkata, "Sampai sekarang pun ia masih memikirkan janggutnya. Tiada yang lain lagi dipikirkannya waktu berdoa, dan bahkan lebih lekat hatinya pada janggut itu sementara ia mencabutinya."
O kau yang merasa tak dipengaruhi lagi oleh janggutmu, kau tercebur di lautan penderitaan. Bila kau dapat memandang janggutmu itu dengan sikap tak terikat, kau akan berhak berlayar melintasi lautan ini. Tetapi bila kau tercebur ke dalamnya dengan janggutmu, kau akan merasa sulit untuk keluar.

Cerita Kecil Lagi tentang Seorang Berjanggut Panjang
Seorang peminum, yang berjanggut panjang dan bagus, kebetulan jatuh ke dalam air yang dalam. Melihat ini, seorang yang lewat pun berseru, "Buanglah pundi-pundi itu dan kepalamu." Orang yang tenggelam itu menjawab, "Ini bukan pundi-pundi, ini janggutku, dan bukan ini yang menghalangiku." Kata orang yang lewat itu, "Bagaimanapun, buanglah itu, kalau kau tak mau tenggelam."
O kau yang seperti kambing, dan tak malu akan janggutmu, selama ada padamu tubuh nafsu dan setan yang akan menggulungmu, maka kebanggaan Fir'aun dan Haman akan menjadi bagian dari dirimu pula. Palingkan dirimu dari dunia ini sebagaimana Musa berbuat demikian, maka kau pun akan dapat menangkap janggut Fir'aun dan menyekap dia kuat-kuat. Dia yang berjalan di jalan menuju kesempurnaan diri harus memandang hatinya hanya sebagai syisy kabab. Orang yang membawa ember penyiram tidak menunggu hujan turun.

35. Pertanyaan Burung Kesembilan Belas
Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "Katakan padaku, kau yang terpuji di seluruh dunia, apakah yang mesti kuperbuat agar merasa puas akan perjalanan ini? Jika kau katakan padaku, hatiku akan menjadi lebih ringan dan aku akan bersedia dipimpin dalam usaha ini. Sesungguhnya, petunjuk perlu, agar kita tak menjadi takut. Karena aku hanya ingin menerima petunjuk dari dunia gaib, maka dengan alasan yang layak, ku tolak petunjuk palsu dari makhluk-makhluk di bumi."
"Selama kau hidup," jawab Hudhud, "hendaklah kau merasa puas mengingat Tuhan, dan waspadalah terhadap omongan yang tak bijaksana. Bila kau dapat berbuat demikian, kerisauan dan kesedihan jiwamu akan lenyap. Hiduplah dalam Tuhan dengan rasa puas; berputarlah bagai kubah langit lantaran cinta pada-Nya. Jika ada yang lebih baik lagi kau ketahui, katakanlah itu, o burung malang, agar kau dapat merasa bahagia setidak-tidaknya buat sejenak."

Cerita Kecil tentang Sahabat Tuhan
Seorang sahabat Tuhan yang hampir meninggal mulai menangis dan orang-orang yang ada bersamanya menanyakan kenapa. "Aku menangis bagai awan-awan musim semi," katanya, "karena saatnya telah tiba ketika aku akan mati dan aku risau. Mengingat bahwa hatiku sudah senantiasa bersama Tuhan, bagaimana mungkin aku akan mati?" Seorang dari mereka yang hadir berkata, "Karena hatimu selalu bersama Tuhan, maka kau akan mendapatkan kematian yang baik." Sufi itu menjawab, "Bagaimana mungkin ajal datang pada dia yang menyatukan diri dengan Tuhan! Karena aku sudah bersamaNya, maka kematianku tampaknya mustahil."
Ia yang puas untuk hidup sebagai bagian dari kesemestaan yang besar meninggalkan nafsu keakuannya dan menjadi bebas. Beradalah kau dalam kepuasan dengan sahabatmu, bagai mawar dalam kelopak.
 
Cerita Kecil Kiasi
Seorang yang telah mencapai kesempurnaan berkata, "Selama tujuh tahun aku telah menyempurnakan diri dan kini aku berada dalam haru-gembira, kepuasan dan kebahagiaan, dan dalam keadaan begini, aku pun ikut serta memiliki Keagungan luhur dan menyatu dengan Keilahian itu sendiri. Adapun kalian, sementara kalian sibuk mencari kesalahan orang-orang lain, bagaimana mungkin kalian akan merasakan kegembiraan di dunia gaib? Jika kalian mencari kesalahan-kesalahan dengan mata menyelidik, bagaimana mungkin kalian mengetahui hal-hal di dunia batin? Kalian tiada segan berbuat begitu teliti mencari kesalahan-kesalahan orang lain, tetapi terhadap kesalahan-kesalahan kalian sendiri, kalian buta. Maka akuilah kesalahan-kesalahan kalian sendiri, meskipun kalian berdosa, Tuhan akan menaruh belas kasih pada kalian."

Kedua Laki-Laki yang Mabuk
Seorang laki-laki yang kelewat banyak minum minuman jernih itu, sering sampai pada keadaan di mana dia kehilangan baik kesadaran maupun rasa kehormatan dirinya. Suatu kali, seorang kawan memergokinya dalam keadaan yang patut disayangkan, terbaring di jalan. Demikianlah si kawan mendapatkan karung lalu menaruh si mabuk dalam karung itu dengan memasukkan kakinya lebih dulu, kemudian mendukung karung itu di pundaknya dan membawanya pulang Di tengah jalan, muncul orang mabuk yang lain, berjalan sempoyongan, ditopang kawannya. Melihat ini, laki-laki yang kepalanya menggelapai dari dalam karung itu bangun, dan melihat orang lain dalam keadaan yang patut dikasihani itu, ia pun berkata menyesalkan, "Ah, laki-laki celaka, lain kali kalau minum anggur, kurangi dua piala lagi, maka kau pun akan dapat berjalan seperti aku sekarang ini --bebas dan sendiri."
Keadaan kita sendiri pun tak berbeda. Kita melihat kesalahan-kesalahan karena kita tak cinta. Bila kita punya sedikit saja pengertian tentang cinta yang sebenarnya, kesalahan-kesalahan mereka yang dekat dengan kita akan tampak sebagai sifat-sifat yang baik.

Pecinta dan Kekasihnya
Seorang laki-laki muda, pemberani dan galak bagai singa, selama lima tahun bercinta dengan seorang wanita. Pada yang sebelah dari mata wanita jelita itu ada sebuah bintik kecil, tetapi laki-laki itu, setiap memandang kecantikan kekasihnya, tak pernah melihat bintik itu. Bagaimana mungkin seorang laki-laki yang sedang mabuk cinta, memperhatikan suatu cacat yang begitu kecil? Namun, pada waktunya, cintanya mulai berkurang dan ia pun mendapatkan kembali kewaspadaannya. Pada saat itulah ia dapat melihat bintik itu, dan bertanya pada kekasihnya bagaimana dapat terjadi yang demikian. Kata wanita itu, "Bintik itu tampak pada saat ketika cintamu mulai dingin. Bila cintamu padaku menjadi berkurang, mataku pun menjadi demikian bagimu."

O yang berhati buta! Berapa lama kau akan terus mencari kesalahan-kesalahan orang lain? Berusahalah untuk melek terhadap apa-apa yang kau sembunyikan dengan begitu cermat. Bila kau melihat kesalahan-kesalahanmu sendiri dengan segala keburukannya, kau tak akan begitu merisaukan kesalahan-kesalahan orang lain.

Polisi dan Laki-Laki yang Mabuk
Seorang polisi memukul jatuh seorang laki-laki mabuk yang berkata padanya. "Mengapa menjadi marah begitu rupa? Kau berbuat sesuatu yang melanggar hukum. Aku tak menyakiti seorang pun, tetapi kau melibatkan dirimu sendiri dalam kemabukan dan melemparkan kemabukan itu ke jalan. Kau jauh lebih mabuk daripada aku, tetapi tak seorang pun memperhatikan ini. Maka tinggalkan aku sendiri, dan tuntutlah keadilan terhadap dirimu sendiri."

36. Pertanyaan Burung Kedua Puluh
Seekor burung lain berkata pada Hudhud, "O Pemimpin di Jalan ini, apa yang seharusnya kumohon pada Simurgh bila aku sampai ke tempat persemayamannya? Karena olehnya dunia ini akan diterangi, aku pun tak tahu apa yang seharusnya kumohon. Bila aku tahu apa yang paling baik kumohon dari Simurgh di atas singgasananya, maka hatiku pun akan lebih senang."
Hudhud menjawab, "O Si gila! Amboi! Kau tak tahu apa yang seharusnya kau mohon? Mohonlah apa yang paling kau inginkan. Siapa pun mestinya tahu apa yang ingin dimohonnya, meskipun Simurgh sendiri jauh lebih baik dari apa saja yang mungkin kau inginkan. Inginkah kau mengetahui dari dia apa yang ingin kau mohon?'

Doa Syaikh Rubdar
Ketika Bu Ali Rubdar hendak meninggal, ia mengucapkan kata-kata ini, "Jiwaku menggetar di bibirku dengan pengharapan akan kebahagiaan abadi. Pintu-pintu langit terbuka. dan menyediakan singgasana bagiku di sorga. Orang-orang suci yang bersemayam di istana keabadian berseru bersama suara burung-hurung bulbul. 'Masuklah, o pencinta sejati. Bersyukurlah dan berjalanlah dengan gembira, karena tiada seorang pun di dunia pernah melihat tempat ini.' O Tuhan, bila aku mendapat karunia dan rahmat-Mu, jiwaku tak akan tergelincir dari keteguhan keyakinan. Aku tak akan menundukkan kepalaku seperti di dunia insan, karena jiwaku telah dibentuk oleh cinta-Mu, dan demikianlah aku pun tak mengenal surga maupun neraka.

Bila aku menjadi abu, tak akan terdapat lagi dalam diriku wujud lain kecuali Engkau. Kukenal Engkau tetapi tak kukenal agama maupun kekufuran. Aku Engkau, Engkau Aku. Kudambakan Engkau, jiwaku dalam Engkau. Engkau semata yang penting bagiku. Engkau bagiku dunia ini dan dunia nanti. Puaskanlah, meskipun teramat sedikit, kebutuhan hatiku yang terluka. Tunjukkanlah, meskipun sedikit, cinta-Mu padaku, karena aku bernafas hanya karena Engkau."

Sabda Tuhan Pada Daud
Tuhan dari Atas bersabda pada Daud, "Katakan pada hamba-hambaKu: 'O gumpal tanah! Seandainya Aku tak punya sorga sebagai ganjaran dan neraka sebagai hukuman, akankah kamu tetap ingat padaKu? Kalau tak ada cahaya maupun api, akankah kamu tetap ingat padaKu? Tetapi karena Aku layak mendapat kehormatan tertinggi, kamu harus memujaKu tanpa pengharapan atau ketakutan; namun, bila kamu tak pernah ditopang pengharapan atau ketakutan, akankah kamu tetap ingat padaKu? Karena Aku Junjunganmu, hendaknya kamu memujaKu dari dasar hatimu. Buanglah segala yang bukan Aku, bakar itu hingga menjadi abu, dan campakkan abu itu ke angin keutamaan."

Mahmud dan Ayaz
Suatu hari Mahmud memanggil hamba kesayangannya dan memberikan mahkotanya pada orang itu, lalu didudukkannya orang itu di atas singgasananya, dan katanya, "Ayaz, kuberikan padamu kerajaan dan bala tentaraku. Perintahlah, karena negeri ini milikmu; dan kini kuharapkan kau menggantikan kedudukanku dan mencampakkan anting-anting tanda penghambaanmu itu ke Bulan dan Ikan."
Ketika para perwira dan orang-orang istana mendengar tentang itu, mata mereka pun menjadi hitam karena iri dan mereka pun berkata. "Tiada pernah di dunia ini seorang raja memberikan kehormatan setinggi itu pada seorang hamba." Tetapi Ayaz menangis, dan mereka pun berkata padanya, "Adakah kau gila? Kau bukan lagi hamba, melainkan termasuk golongan raja-raja. Mengapa kau menangis? Hendaknya kau merasa puas!" Ayaz menjawab, "Tuan-tuan tak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Tuan-tuan tak mengerti bahwa Sultan yang memerintah negeri yang besar ini telah membuang diriku dari hadapannya. Ia harapkan hamba memerintah kerajaannya, tetapi hamba tak ingin berpisah daripadanya. Hamba ingin mengabdi padanya, tetapi tidak meninggalkannya. Apa pula urusan hamba dengan pemerintahan dan jabatan raja? Kebahagiaan hamba ialah dalam melihat wajahnya."

Belajarlah dari Ayaz bagaimana mengabdi Tuhan kau yang tinggal bermalas-malas siang dan malam, asyik dengan kesenangan-kesenangan murah dan rendah. Ayaz turun dari puncak kekuasaan, tetapi kau tak beranjak dari tempatmu, tidak pula kau punya keinginan sedikit pun untuk mengubah dirimu sendiri. Kepada siapakah kau akhirnya akan dapat menuturkan kesedihan-kesedihanmu. Selama kau terikat pada sorga dan neraka, bagaimana kau akan dapat memahami rahasia yang ingin ku singkapkan padamu; tetapi bila kau tak lagi terikat pada keduanya itu maka fajar kerahasiaan akan menyingsing dari dalam malam. Lagi pula taman sorga tidak teruntuk bagi yang tak acuh dan langit tertinggi hanya teruntuk bagi mereka yang berhati.

Doa Rabi'ah
"O Tuhan, kau yang tahu akan rahasia segala sesuatu, lenyapkanlah keinginan-keinginan duniawi musuh-musuhku, dan karunia sahabat-sahabatku dengan keabadian kehidupan nanti. Tetapi tentang diriku, aku tak terikat pada keduanya. Kalaupun kumiliki dunia kini atau dunia nanti, namun aku akan memandang keduanya tak berarti dibandingkan dengan berada di dekatMu. Aku hanya memerlukan Kau semata. Kalau sampai pula aku menghadapkan mataku ke arah kedua dunia itu, atau mendambakan apa pun selain Kau, aku pun akan menjadi tak lebih dari seorang yang tak beriman."

Sabda Tuhan Kepada Daud
Sang Pencipta Dunia bersabda kepada Daud dari balik tabir rahasia. "Segala yang ada, baik atau buruk, tampak atau tak tampak, bergerak atau tak bergerak, hanyalah barang pengganti semata jika semua itu bukan Aku sendiri yang tak akan kau temukan gantinya maupun kembarannya. Karena tiada satu pun yang dapat menggantikan Aku, janganlah kau memisahkan dirimu sendiri daripada-Ku. Aku perlu bagimu, kau terikat pada-Ku. Karena itu, kau dambakan apa yang menawarkan dirinya sendiri kalau itu bukan Aku."

Sultan Mahmud dan Berhala Somnat
Mahmud dan bala tentaranya menemukan di Somnat sebuah berhala bernama Lat, yang hendak dihancurkannya. Untuk menyelamatkan itu, orang-orang Hindu menawarkan emas seberat tujuh kali bobot berhala itu, tetapi Mahmud menolaknya dan memerintahkan membuat api besar untuk membakar patung pujaan itu. Kemudian salah seorang perwiranya memberanikan diri berkata, "Tuanku, tidakkah lebih baik menerima emas dan tidak membakar berhala itu?" "Perbuatan demikian akan menimbulkan pikiran padaku," kata Mahmud, "bahwa pada hari perhitungan penghabisan kelak, Al-Khalik tentulah akan mengatakan pada seluruh alam yang berkumpul: 'Perhatikan apa yang telah diperbuat Azaz dan Mahmud -si Azaz membuat berhala dan Mahmud menjualnya'."
Konon ketika berhala itu terbakar, seratus keranjang batu-batu berharga pun keluarlah, sehingga Mahmud mendapatkan harta pula. Katanya, "Lat telah mendapatkan apa yang patut didapatnya dan Tuhan telah mengganjar aku."

Cerita Kecil Lain tentang Mahmud
Ketika suluh para raja ini meninggalkan Gazna untuk berperang dengan orang-orang Hindu dan menghadapi bala tentara mereka yang besar, ia patah semangat, dan ia pun bersumpah kepada Malikulhakim bahwa bila ia menang, ia akan memberikan segala barang rampasan yang jatuh ke tangannya kepada para darwis. Ia mendapat kemenangan dan bala tentaranya dapat mengumpulkan sejumlah besar harta kekayaan. Ketika mereka yang berwajah hitam itu telah mundur meninggalkan barang-barang rampasan itu, Mahmud pun berkata, "Berikan ini pada para darwis, karena aku telah berjanji pada Tuhan untuk berbuat demikian, dan aku harus memegang teguh janjiku." Kemudian para perwiranya menyanggah dan berkata, "Mengapa memberikan begitu banyak emas dan perak pada segelintir orang yang tak ikut bertempur! Mengapa tak memberikannya pada bala tentara yang telah menanggung kesusahan pertempuran itu, atau setidak-tidaknya, menyimpannya dalam perbendaharaan kerajaan?"

Sultan pun ragu-ragu antara sumpahnya sendiri dan sanggahan-sanggahan itu. Sementara itu, Bu Hassein, seorang penggila Tuhan, yang cerdas tetapi tak terpelajar, lewat di jalan itu. Melihat dia, di jauhan Mahmud pun berkata, "Panggil si majenun itu; katakan padanya agar datang ke sini dan katakan apa yang mesti diperbuat, dan aku pun akan menaatinya; karena ia tak takut akan Sultan maupun tentara, ia akan memberikan pendapat yang tak berat sebelah." 

Ketika Sultan menyerahkan perkara itu pada Bu Hassein, orang itu pun berkata, "Tuanku, ini masalah duaobol, tetapi bila Tuanku ingin berbuat sepatutnya terhadap Tuhan, maka jangan pikirkan lagi, Tuan yang mulia, perkara dua obolini; dan bila Tuan mendapatkan kemenangan lagi karena kemurahan-Nya, hendaklah Tuan malu menahan dua obolini. Karena Tuhan telah menganugerahkan kemenangan pada Tuan, dapatkah apa yang teruntuk bagi Tuhan itu Tuan tahan bagi diri Tuan?"
Segera sesudah itu Mahmud pun memberikan harta kekayaan itu pada para darwis dan menjadi raja besar.
________________________________
Bersambung.. ke Part 05
thumbnail
Judul: Musyawarah Burung (Part 04)
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh

Artikel Terkait Hikayah :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. About - Sitemap - Contact - Privacy
Template Seo Elite oleh Al Fikr Publisher FreTempl