Monday 26 January 2015

Ghibah Dalam Kitab Mau'idhotul Mukminin

Dinda Sharing - Makna Ghibah Dinukil dari kitab Mau'idhotul Mukminin 

 بَيَانُ مَعْنَى الْغِيبَةِ وَحُدُودِهَا اعْلَمْ أَنَّ حَدَّ الْغِيبَةِ أَنْ تَذْكُرَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُهُ لَوْ بَلَغَهُ، سَوَاءٌ ذَكَرْتَهُ بِنَقْصٍ فِي بَدَنِهِ، أَوْ نَسَبِهِ، أَوْ فِي خُلُقِهِ، أَوْ فِي فِعْلِهِ، أَوْ فِي قَوْلِهِ، أَوْ فِي دِينِهِ، أَوْ فِي دُنْيَاهُ، حَتَّى فِي ثَوْبِهِ وَدَارِهِ وَدَابَّتِهِ

Penjelasan makna ghibah dan batasan²nya.
 Ketahuilah sesungguhnya definisi dari ghibah adalah engkau menyebutkan sesuatu tentang saudaramu dengan sesuatu yang tidak di sukainya seandainya dia tahu. Baik yang engkau ungkapkan adalah kekurangan di badan, nasab, etika, perbuatan, ucapan, agama atau hal duniawinya, hingga pakaian, rumah atau kendaraannya.

أَمَّا الْبَدَنُ فَذِكْرُكَ الْعَمَشَ، وَالْحَوَلَ، وَالْقَرَعَ، وَالْقِصَرَ، وَالطُّولَ، وَالسَّوَادَ، وَالصُّفْرَةَ، وَجَمِيعَ مَا يُتَصَوَّرُ أَنْ يُوصَفَ بِهِ مِمَّا يَكْرَهُهُ كَيْفَمَا كَانَ، وَأَمَّا النَّسَبُ فَبِأَنْ تَقُولَ: «أَبُوهُ فَاسِقٌ أَوْ خَسِيسٌ أَوْ زَبَّالٌ، أَوْ نَحْوَهُ مِمَّا يَكْرَهُهُ» 

 Adapun pada badan adalah engkau mengungkapkan bahwa penglihatan saudaramu kabur, juling, botak, pendek, terlalu tinggi, hitam, berkulit kuning dan hal-hal lain yang memungkinkan tidak di sukai oleh saudaramu, bagaimanapun bentuknya. adapun dalam hal nasab, seperti engkau mengungkapkan bahwa ayah saudaramu adalah orang fasiq, orang hina, tukang pembersih kotoran binatang, atau sesamanya yang tidak di sukai oleh saudaramu.

   وَأَمَّا الْخُلُقُ فَبِأَنْ تَقُولَ: «سَيِّئُ الْخُلُقِ، بَخِيلٌ، مُتَكَبِّرٌ، مُرَاءٍ، شَدِيدُ الْغَضَبِ، جَبَانٌ، مُتَهَوِّرٌ، وَمَا يَجْرِي مَجْرَاهُ» ، وَأَمَّا فِي أَفْعَالِهِ فَكَقَوْلِكَ: «هُوَ سَارِقٌ، كَذَّابٌ، شَارِبُ خَمْرٍ، خَائِنٌ، ظَالِمٌ، مُتَهَاوِنٌ بِالصَّلَاةِ أَوِ الزَّكَاةِ، لَا يَحْتَرِزُ مِنَ النَّجَاسَاتِ، لَيْسَ بَارًّا بِوَالِدَيْهِ، وَنَحْوُهُ

Adapun dalam hal etika, seperti engkau mengungkapkan bahwa saudaramu adalah orang yang beretika buruk, pelit, sombong, pamer, mudah marah, penakut, ngawur dan hal-hal sesamanya.
Adapun dalam perbuatan adalah seperti engkau mengungkapkan bahwa saudaramu adalah pencuri, pembohong, pemabuk, penghianat, dhalim, menyepelekan sholat atau zakat, tidak menjaga najis, tidak berbakti pada kedua orang tua, dan hal-hal sesamanya.

   وَأَمَّا فِعْلُهُ فَكَقَوْلِكَ: «إِنَّهُ قَلِيلُ الْأَدَبِ، مُتَهَاوِنٌ بِالنَّاسِ، كَثِيرُ الْكَلَامِ، كَثِيرُ الْأَكْلِ، نَئُومٌ، يَجْلِسُ فِي غَيْرِ مَوْضِعِهِ» ، وَأَمَّا فِي ثَوْبِهِ فَكَقَوْلِكَ: «إِنَّهُ وَاسِعُ الْكُمِّ، طَوِيلُ الذَّيْلِ، وَسِخُ الثِّيَابِ، وَنَحْوُهُ» . وَالْقَوْلُ الْجَامِعُ فِي الْغِيبَةِ مَا جَاءَ مِنْ قَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «الْغِيبَةُ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُهُ

adapun dalam perbuatan lagi adalah seperti engkau mengucapkan bahwa saudaramu adalah orang yang kurang beretika, meremehkan orang lain, banyak bicara, banyak makan, banyak tidur, dan tidak berada pada tempat semestinya. Sedangkan dalam urusan pakaian adalah seperti engkau mengungkapkan bahwa sesungguhnya pakaian saudaramu lebar lengannya, terlalu panjang puncungnya (dzail), kotor dan hal-hal sesamanya. pendapat yg mencakup keseluruhan ttg ghibah adalah apa yg datang dari sabda Nabi ﷺ : " ghibah adalah engkau mengungkapkan tentang saudaramu dengan sesuatu yang tidak di sukainya ."

وَإِنَّمَا حَرَّمَ الذِّكْرَ بِاللِّسَانِ لِمَا فِيهِ مِنْ تَفْهِيمِ الْغَيْرِ نُقْصَانَ أَخِيهِ وَتَعْرِيفَهُ بِمَا يَكْرَهُهُ؛ وَلِذَا كَانَ التَّعْرِيضُ بِهِ كَالتَّصْرِيحِ،وَالْفِعْلُ فِيهِ كَالْقَوْلِ، وَالْإِشَارَةِ،وَالْإِيمَاءِ، وَالْغَمْزِ، وَالْهَمْزِ، وَالْكِتَابَةِ،وَالْحَرَكَةِ، وَكُلُّ مَا يُفْهِمُ الْمَقْصُودَ فَهُوَ دَاخِلٌ فِي الْغِيبَةِ وَهُوَ حَرَامٌ

 Menyebutkan dengan lisan itu di haramkan karena bisa memberi kefahaman kepada seseorang tentang kekurangan saudaranya dan memberitahu hal yang tidak di sukai. Oleh sebab itu, menyebutkan kekurangan orang lain dengan bentuk sindiran itu sama dengan mengungkapkan secara terang-terangan.
Perbuatan sama dengan ucapan, sebagaimana isyarat, baik isyarat tangan ataupun mata, tulisan, gerakan dan setiap hal-hal yang bisa mengantarkan pada maksud dari ghibah, maka semuanya masuk dalam ghibah dan hukumnya haram.

فَمَنْ أَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى قِصَرِ أَحَدٍ، أَوْ طُولِهِ، أَوْ حَاكَاهُ فِي الْمَشْيِ كَمَا يَمْشِي - فَهُوَ غِيبَةٌ، وَالْكِتَابَةُ عَنْ شَخْصٍ فِي عَيْبٍ بِهِ غِيبَةٌ؛ لِأَنَّ الْقَلَمَ أَحَدُ اللِّسَانَيْنِ،وَكَذَا قَوْلُكَ: «مَنْ قَدِمَ مِنَ السَّفَرِ أَوْ بَعْضُ مَنْ مَرَّ بِنَا الْيَوْمَ» إِذَا كَانَ الْمُخَاطَبُ يَفْهَمُهُ فَهُوَ غِيبَةٌ

Orang yang memberi isyarat dengan tangan untuk menunjukkan bahwa seseorang yang di isyaratkan itu pendek atau terlalu tinggi, atau berjalan berlagak seperti jalannya orang lain, maka hal ini adalah bentuk ghibah yang di haramkan. menulis ttg aib seseorang juga termasuk ghibah, karena pena termasuk salah satu dari dua lisan, begitu juga ucapanmu " orang yg baru datang dari bepergian, atau sebagian orang yg lewat bertemu dengan kami hari ini" diucapkan kpd orang yg paham maksudnya, maka itu juga termasuk ghibah.


    وَكَذَا مَنْ يَفْهَمُ عَيْبَ الْغَيْرِ بِصِيغَةِ الدُّعَاءِ كَقَوْلِهِ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَبْتَلِنَا بِكَذَا، وَكَذَلِكَ قَدْ يُقَدِّمُ مَدْحَ مَنْ يُرِيدُ غِيبَتَهُ فَيَقُولُ: مَا أَحْسَنَ أَحْوَالَ فُلَانٍ، لَكِنِ ابْتُلِيَ بِمَا يُبْتَلَى بِهِ كُلُّنَا، وَهُوَ كَذَا فَيَذْكُرُ نَفْسَهُ، وَمَقْصُودُهُ أَنْ يَذُمَّ غَيْرَهُ فِي ضِمْنِ ذَلِكَ

Begitu juga memberi kefahaman tentang kekurangan orang lain dengan bahasa do’a seperti ucapanmu, “segala puji bagi Allah, Dzat yang tidak memberi cobaan padaku dengan hal seperti itu.”
Bahkan terkadang ghibah di bungkus dengan ungkapan yang seakan memuji, seperti ungkapan seseorang “sungguh baik sekali keadaan si fulan namun dia di beri cobaan dengan sesuatu yang menimpa kita semua yaitu fulan itu seperti ini dan ini”, orang ini seakan menyebutkan kejelekan dirinya sendiri, namun sebenarkan tujuannya adalah mencela orang lain dalam ungkapannya.

  وَمِنْ ذَلِكَ أَنْ يَذْكُرَ عَيْبَ إِنْسَانٍ فَلَا يَتَنَبَّهُ لَهُ بَعْضُ الْحَاضِرِينَ، فَيَقُولُ: سُبْحَانَ اللَّهِ مَا أَعْجَبَ هَذَا حَتَّى يُصْغَى إِلَيْهِ وَيُعْلَمَ مَا يَقُولُ، فَيَذْكُرُ اللَّهَ تَعَالَى وَيَسْتَعْمِلُ اسْمَهُ آلَةً لَهُ فِي تَحْقِيقِ خُبْثِهِ، وَكَذَلِكَ يَقُولُ: سَاءَنِي مَا جَرَى عَلَى صَدِيقِنَا مِنَ الِاسْتِخْفَافِبِهِ، فَيَكُونُ كَاذِبًا فِي دَعْوَى الِاغْتِمَامِ؛ لِأَنَّهُ لَوِ اغْتَمَّ بِهِ لَاغْتَمَّ بِإِظْهَارِ مَا يَكْرَهُهُ

Di antara bentuk ghibah lagi adalah jika ada seseorang mengungkapkan kekurangan orang lain yang sudah tidak di ingatkan oleh orang-orang yang hadir, lalu dia mengatakan “subhanallah, sungguh hebat orang ini” sehingga para hadirinpun mendengarkan apa yang di ucapkannya. Dia menyebutkan Allah Swt dan menggunakan nama-Nya sebagai alat untuk menyatakan kejelekan orang lain. Begitu juga ketika seseorang mengatakan, “perbuatan yang meremehkan temanku itu membuat sakit hatiku juga.” Maka orang seperti ini telah berdusta bahwa dirinya ikut prihatin, karena sesungguhnya jika di benar-benar prihatin, niscaya tidak akan menampakkan apa yang tidak di sukai oleh temannya tersebut.


      وَكَذَلِكَ يَقُولُ: ذَلِكَ الْمِسْكِينُ قَدْ بُلِيَ بِآفَةٍ عَظِيمَةٍ تَابَ اللَّهُ عَلَيْنَا وَعَلَيْهِ، وَهُوَ فِي كُلِّ ذَلِكَ يُظْهِرُ الدُّعَاءَ، وَاللَّهُ مُطَّلِعٌ عَلَى خُبْثِ ضَمِيرِهِ، وَخَفِيِّ قَصْدِهِ، وَهُوَ لِجَهْلِهِ لَا يَدْرِي أَنَّهُ قَدْ تَعَرَّضَ لِمَقْتٍ عَظِيمٍ

Begitu juga jika seseorang mengungkapkan, “orang miskin itu telah di beri cobaan yang besar, semoga Allah menerima taubatku dan taubatnya.” dalam hal ini seakan dia menampakan doa yang baik, namun Allah Swt mengetahui kebusukan hatinya dan tujuannya yang terselubung. Karena kebodohannya, maka dia tidak merasa bahwa telah menghadapi murka Allah Swt yang maha dahsyat.
 
   وَمِنْ ذَلِكَ الْإِصْغَاءُ إِلَى الْغِيبَةِ عَلَى سَبِيلِ التَّعَجُّبِ، فَإِنَّهُ إِنَّمَا يُظْهِرُ التَّعَجُّبَ لِيَزِيدَ نَشَاطُ الْمُغْتَابِ فِي الْغِيبَةِ فَيَنْدَفِعُ فِيهَا، وَكَانَ يَسْتَخْرِجُ الْغِيبَةَ مِنْهُ بِهَذَا الطَّرِيقِ فَيَقُولُ: «عَجِيبٌ، مَا عَلِمْتُ أَنَّهُ كَذَلِكَ، كُنْتُ أَحْسَبُ فِيهِ غَيْرَ هَذَا، عَافَانَا اللَّهُ مِنْ بَلَائِهِ» فَإِنَّ كُلَّ ذَلِكَ تَصْدِيقٌ لِلْمُغْتَابِ، وَالتَّصْدِيقُ بِالْغِيبَةِ غِيبَةٌ، بَلِ السَّاكِتُ شَرِيكُ الْمُغْتَابِ، إِلَّا أَنْ يُنْكِرَ بِلِسَانِهِ أَوْ بِقَلْبِهِ إِنْ خَافَ

Di antara bentuk ghibah lagi adalah mendengarkan orang yg ghibah dengan menampakan rasa kagum. Karena sesungguhnya tujuan dia menampakkan kekaguman itu tidak lain adalah untuk lebih menambah semangat orang yang ghibah sehingga semakin larut dalam ghosibnya. Dengan cara seperti ini dia seakan berusaha mengorek gunjingan dari si penggosip. Dia berkata, “sungguh hebat yang kau ceritakan ini, aku tidak tahu kalau sebenarnya si fulan seperti itu, aku menyangka bahwa dia tidak seperti itu, semoga Allah menyelamatkan kita dari hal yang menimpa si fulan tersebut.” Maka sesungguhnya semua itu adalah bentuk sikap membenarkan ghosib, sedangkan membenarkan ghosib itu sama saja dengan ghibah, Bahkan orang yang diam saja mendengarkan juga ikut andil dalam dosa gunjingan tersebut, kecuali dia mengingkari dengan lisan atau dengan hati ketika takut.

   وَفِي الْحَدِيثِ: «مَنْ أُذِلَّ عِنْدَهُ مُؤْمِنٌ فَلَمْ يَنْصُرْهُ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَى نَصْرِهِ، أَذَلَّهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ» وَفِي رِوَايَةٍ: «مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ بِالْغَيْبِ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يَرُدَّ عَنْ عِرْضِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
dalam hadist :
" barang siapa mengetahui ada orang mukmin yang sedang di lecehkan namun dia diam saja tidak membantu orang mukmin tersebut padahal mampu untuk menolongnya, maka dia akan di hinakan oleh Allah di hari kiamat di depan seluruh makhluk" dalam riwayat yg lain : " barang siapa menyelamatkan harga diri saudaranya yang sedang tidak ada di tempat, maka menjadi ketetapan bahwa Allah akan melindungi kehormatan orang tersebut di hari kiamat"

 الرَّابِعُ : تَحْذِيرُ الْمُسْلِمِينَ مِنَ الشَّرِّ ، وَذَلِكَ مِنْ وُجُوهٍ خَمْسَةٍ كَمَا ذَكَرَ النَّوَوِيُّ . أَوَّلاً : جَرْحُ الْمَجْرُوحِينَمِنَ الرُّوَاةِ وَالشُّهُودِ ، وَذَلِكَ جَائِزٌ بِالإِْجْمَاعِ ، بَل وَاجِبٌ صَوْنًا لِلشَّرِيعَةِ . ثَانِيًا . الإِْخْبَارُ بِغِيبَةٍ عِنْدَ الْمُشَاوَرَةِ فِي مُصَاهَرَةٍ وَنَحْوِهَا . ثَالِثًا : إِذَا رَأَيْت مَنْ يَشْتَرِي شَيْئًا مَعِيبًا أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ ، تَذْكُرُ لِلْمُشْتَرِي إِذَا لَمْ يُعْلِمْهُ نَصِيحَةً لَهُ ، لاَ لِقَصْدِ الإِْيذَاءِ وَالإِْفْسَادِ . رَابِعًا : إِذَا رَأَيْت مُتَفَقِّهًا يَتَرَدَّدُ إِلَى فَاسِقٍ أَوْ مُبْتَدِعٍ يَأْخُذُ عَنْهُ عِلْمًا . وَخِفْت عَلَيْهِ ضَرَرَهُ ، فَعَلَيْك نَصِيحَتُهُ بِبَيَانِ حَالِهِ قَاصِدًا النَّصِيحَةَ . خَامِسًا : أَنْ يَكُونَ لَهُ وِلاَيَةٌ لاَ يَقُومُ لَهَا عَلَى وَجْهِهَا لِعَدَمِ أَهْلِيَّتِهِ أَوْ لِفِسْقِهِ ، فَيَذْكُرُهُ لِمَنْ لَهُ عَلَيْهِ وِلاَيَةٌ لِيَسْتَبْدِل بِهِ غَيْرَهُ أَوْ يَعْرِفَ . فَلاَ يَغْتَرَّ بِهِ وَيُلْزِمُهُ الاِسْتِقَامَةَ

 
Memberi peringatan Pada Kaum Muslimin
Menurut Imam Nawawy dalam permasalahan ini terdapat 5 gambaran :
a. Menerangkan/menyebutkan cacatnya nama seseorang dalam sebuah riwayat hadits/saksi, kebolehan ghibah dalam hal ini disepakati ulama dalam rangka kemurnian syariat.
b. Membicarakan seseorang dalam rangka musyawarah semacam hendak mengikat tali perkawinan.
c. Saat melihat seseorang yang hendak membeli suatu barang cirri yang tidak ia ketahui, untuk memberi petunjuk padanya bukan dalam rangka menghina atau merusak citra.
d. Saat melihat seseorang yang hendak belajar agama dan ragu atas dua pilihan, agar tidak tersesat pada orang fasik dan ahli bid’ah maka boleh bagimu memberi nasehat padanya.
e. Mengadukan seorang pimpinan pada atasannya atas ketidakprofesionalannya atau kefasikannya agar diketahui dan segera diganti supaya tidak tertipu dan dilanggengkan kepimpinannya.

   الْخَامِسُ : أَنْ يَكُونَ مُجَاهِرًا بِفِسْقِهِ أَوْ بِدْعَتِهِ . فَيَجُوزُ ذِكْرُهُ بِمَا يُجَاهِرُ بِهِ ، وَيَحْرُمُ ذِكْرُهُ بِغَيْرِهِ مِنَ الْعُيُوبِ ، إِلاَّ أَنْ يَكُونَ لِجَوَازِهِ سَبَبٌ آخَرُ 

Kekurangan Yang Terang-Terangan Dia Lakukan

Bila seseorang terang-terangan menjalani kefasikan atau kebid’ahannya, maka boleh menyebutkan cela yang secara jelas ia lakukan dan haram menyebutkan lainnya kecuali bila ada hal yang memperbolehkan penyebutan lainnya.


السَّادِسُ : التَّعْرِيفُ . . فَإِذَا كَانَ مَعْرُوفًا بِلَقَبٍ كَالأَْعْمَشِ وَالأَْعْرَجِ وَالأَْزْرَقِ وَالْقَصِيرِ وَالأَْعْمَى وَالأَْقْطَعِ وَنَحْوِهَا جَازَ تَعْرِيفُهُ بِهِ ، وَيَحْرُمُ ذِكْرُهُ بِهِ تَنَقُّصًا ، وَلَوْ أَمْكَنَ التَّعْرِيفُ بِغَيْرِهِ كَانَ أَوْلَى

Penamaan
Boleh menyebutkan kekurangan orang lain bila justru ia lebih dikenal dan diberi julukan dengan kekurangannya seperti “Si Rabun, Si Pincang, Si Jereng, Si Cebol, Si Buta, Si Buntung” dan sebagainy aasalkan tidak bertujuan merendahkan kekurangannya dan bila masih memungkinkan penamaan dengan selain kekurangannya tentu lebih utama dan bijaksana.

Kondisi Yang Memperbolehkan Ghibah (Menggunjing)

امُورٌ تُبَاحُ فِيهَا الْغِيبَةُ : - الأَْصْل فِي الْغِيبَةِ التَّحْرِيمُ لِلأَْدِلَّةِ الثَّابِتَةِ فِي ذَلِكَ ، وَمَعَ هَذَا فَقَدْ ذَكَرَ النَّوَوِيُّ وَغَيْرُهُ مِنَ الْعُلَمَاءِ أُمُورًا سِتَّةً تُبَاحُ فِيهَا الْغِيبَةُ لِمَا فِيهَا مِنْ الْمَصْلَحَةِ ؛ وَلأَِنَّ الْمُجَوِّزَ فِي ذَلِكَ غَرَضٌ شَرْعِيٌّ لاَ يُمْكِنُ الْوُصُول إِلَيْهِ إِلاَّ بِهَا وَتِلْكَ الأُْمُورُ هِيَ 

 Asal hukum ghibah adalah haram berdasarkan dalil-dalil yang tegas melarangnya, namun demikian Imam Nawaawi dan Ulama-ulama lain menuturkan kondisi² yang memperbolehkan seseorang menggunjing karena bertujuan yang dilegalkan syara’ yang tidak mungkin dapat dilakukan perbaikan kecuali tanpa melakukakan GHIBAH, kondisi tersebut adalah :

  الأَْوَّل : التَّظَلُّمُ . يَجُوزُ لِلْمَظْلُومِ أَنْ يَتَظَلَّمَ إِلَى السُّلْطَانِ وَالْقَاضِي وَغَيْرِهِمَا مِمَّنْ لَهُ وِلاَيَةٌ أَوْ لَهُ قُدْرَةٌ عَلَى إِنْصَافِهِ مِنْ ظَالِمِهِ ، فَيَذْكُرُ أَنَّ فُلاَنًا ظَلَمَنِي وَفَعَل بِي كَذَا وَأَخَذَ لِي كَذَا وَنَحْوُ ذَلِكَ

Teraniaya
Diperbolehkan bagi orang yang teraniaya mengadukan penganiayanya pada penguasa, hakim, dan orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk menghentikan penganiayaannya dengan menyebut langsung nama pelakunya, misalnya “Si Anu telah melakukan tindakan ini padaku” atau “Si Anu mengambil seseuatu dariku” dan sebagainya.


 الثَّانِي : الاِسْتِعَانَةُعَلَى تَغْيِيرِ الْمُنْكَرِ وَرَدِّ الْعَاصِي إِلَى الصَّوَابِ . وَبَيَانُهُ أَنْ يَقُول لِمَنْ يَرْجُو قُدْرَتَهُ عَلَى إِزَالَةِ الْمُنْكَرِ : فُلاَنٌ يَعْمَل كَذَا فَازْجُرْهُ عَنْهُ وَنَحْوُ ذَلِكَ ، وَيَكُونُ مَقْصُودُهُ إِزَالَةَ الْمُنْكَرِ ، فَإِنْ لَمْ يَقْصِدْ ذَلِكَ كَانَ حَرَامًا


Merubah Kemungkaran Dan Kemaksiatan Pada Kebenaran
Dengan menyebut nama pembuat kemaunkaran serta kemaksiatan pada seseorang yang di harapkan mampu merobahnya dengan berkata “Si Anu telah melakukan tindakan ini, maka cegahlah..!!” dengan tujuan menghilangkan kemungkaran bila tidak maka menggunjingnya hukumnya haram.

 الثَّالِثُ : الاِسْتِفْتَاءُ: وَبَيَانُهُ أَنْ يَقُول لِلْمُفْتِي : ظَلَمَنِي أَبِي أَوْ أَخِي أَوْ فُلاَنٌ بِكَذَا . فَهَل لَهُ ذَلِكَ أَمْ لاَ ؟ وَمَا طَرِيقِي فِي الْخَلاَصِ مِنْهُ وَتَحْصِيل حَقِّي وَدَفْعِ الظُّلْمِ عَنِّي ؟ وَنَحْوُ ذَلِكَ ، فَهَذَا جَائِزٌ لِلْحَاجَةِ ، وَلَكِنَّ الأَْحْوَطَ أَنْ يَقُول : مَا تَقُول فِي رَجُلٍ كَانَ مِنْ أَمْرِهِ كَذَا ، أَوْ فِي زَوْجٍ أَوْ زَوْجَةٍ تَفْعَل كَذَا وَنَحْوُ ذَلِكَ ، فَإِنَّهُ يَحْصُل لَهُ الْغَرَضُ مِنْ غَيْرِ تَعْيِينٍ وَمَعَ ذَلِكَ فَالتَّعْيِينُ جَائِزٌ ، لِحَدِيثِ هِنْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَقَوْلِهَا : يَا رَسُول اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ . . الْحَدِيثُ . وَلَمْ يَنْهَهَا رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ



Dalam Rangka Meminta Saran/Nasehat
Misalkan seseorang yang mengatakan : “Ayahku atau Saudaraku atau Si Anu menganiaya diriku, apa tindakan tersebut berhak ia lakukan ? Bagaimana caraku keluar dari masalah ini ? Bagaimana aku dapat memperoleh hak-hakku ?” Dan sebagainya.

Yang demkian diperbolehkan karena ada kepentian menggunjingya, namun sebaiknya untuk berhati-hati sebaiknya dalam rangka meminta saran ini tidak dikatakan pelakunya secara lansung semisal dengan pernyataan :
”Bagaimana pendapat anda tentang seorang lelaki yang melakukan semacam ini ?”
” Bagaimana pendapat anda tentang seorang suami atau istri yang melakukan semacam ini ?” dan semacamnya karena tujuan meminta saran dengan perkataan semacam inipun bisa ia dapatkan, meskipun penyebutan pelaku secara langsung juga diperbolehkan berdasarkan hadits dari Hindun ra saat ia meminta saran dari Nabi ﷺ dengan berkata “Wahai rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan lelaki pelit.. dst” dan Nabi pun tidak melarangnya.


Walloohu Ta'ala A’lamu Bis Showaab
thumbnail
Judul: Ghibah Dalam Kitab Mau'idhotul Mukminin
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Ditulis Oleh

Artikel Terkait Ubudiyah :

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2013. About - Sitemap - Contact - Privacy
Template Seo Elite oleh Al Fikr Publisher FreTempl